Begini Perjalanan Dolar dari Rp8000/US$ ke Rp16.000/US$

1 week ago 10

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah ditampilkan oleh laman Google berada di Rp8.170/US$. Hal ini langsung membuat heboh seantero Indonesia.  Padahal, berdasarkan data resmi, kurs rupiah terhadap dolar AS berada di kisaran Rp16.300 per dolar. 

Tapi faktanya, dolar pernah berada di level Rp8.000/US$ dan bukan merupakan kesalahan seperti yang dialami Google akhir pekan lalu.

Dolar berada di level Rp8.000/US$ pada 2012, tepatnya pada 20 Februari 2012 di Rp8.990/US$. Setelah itu dolar terus melaju hingga posisi saat ini.

Rupiah Longsor 18% pada 2013, Sentuh Rp12.160/US$

Pada 2013, rupiah melemah 18% hingga ke ditutup di Rp12.160/US$ di akhir tahun . Aksi jual di pasar obligasi membuat yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun naik sampai 250 basis poin (bps).

Hal ini disebabkan oleh rencana bank sentral AS The Federal reserve atau The Fed untuk mengurangi Quantitative Easing (QE) sehingga membuat asing keluar dari pasar negara berkembang, terutama Indonesia.

Dampak negatif dari depresiasi rupiah mendorong Bank Indonesia (BI) melakukan stabilitasi kurs. Gelontoran devisa di pasar sekunder melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN), menyebabkan cadangan devisa bergerak turun.  Pada 2013, posisi cadangan devisa menyentuh US$ 93 miliar.

Pada periode Mei-November 2013, BI menaikkan suku bunga acuan hingga 175 bps guna menahan pelemahan rupiah. 

Pada 2015 Rupiah Pertama Kali Sentuh Posisi Tertinggi sejak 1998

Pada 28 September 2015, rupiah untuk pertama kalinya mencapai posisi tertinggi sejak 1998. Saat itu dolar mencapai Rp14.695/US$.

Penyebabnya adalah The Fed yang mulai menghentikan kebijakan beli obligasi pemerintahnya sejak Oktober 2014. Selain itu The Fed juga waktu itu berencana menaikkan suku bunga acuan karena perbaikan ekonomi.

Alhasil investor asing mulai masuk ke Paman Sam dan membuat mata uang negara di dunia melemah, termasuk rupiah.

Dolar Capai Rp15.000/US$ Pertama Kali Sejak 1998 Pada 2018

Pertama kalinya dalam sejarah setelah reformasi, rupiah mencapai Rp15.200-an/US$. Pada 12 Oktober 2018 rupiah mencapai Rp15.230/US$.

Dolar AS menunjukkan keperkasaannya karena ditopang berbagai gejolak perekonomian global terutama tren kenaikan suku bunga Bank Sentral AS The Fed.

Covid-19 Masuk Indonesia pada 2020, Dolar Tembus Rp16.000/US$

Kurs rupiah yang menyentuh level Rp 16.000 terjadi saat masa krisis akibat Pandemi Covid-19 di awal 2020.

Kala itu, rupiah terkapar paling dalam di level Rp 16.575 pada Mei 2020, merosot dalam dari nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat sebelum merebaknya virus corona itu, seperti pada Januari 2020 di level Rp 13.882/US$.

Pandemi Masih Menjangkit, Rupiah Bangkit!

Sentimen positif dari perkembangan virus corona Omicron dan vaksin masih bisa membantu rupiah menguat pada 2021 bahkan menyentuh Rp13.880/US$ pada 6 Januari 2021. Ini adalah posisi terbaik sebelum Covid-19 menjangkit.

Pada akhir tahun, rupiah berada di level Rp 14.250/US$. Pergerakan rupiah cukup stabil karena sepanjang tahun 2021, rupiah hanya melemah 1,36% melawan dolar AS.

Sebelumnya, hasil studi di Afrika Selatan menunjukkan orang-orang yang terinfeksi Omicron, terutama yang sudah divaksin memiliki, akan memiliki imun yang lebih kuat dalam menghadapi varian Delta.

Ekonomi Global Gejolak, Dolar Makin Mahal: Capai Rp16.000/US$ Lagi!

Dilansir dari Refinitiv, per 27 Desember 2024 rupiah ditutup di angka Rp16.230/US$. Posisi ini merupakan yang terlemah sejak 19 Desember 2024.

Secara month to date/mtd, rupiah telah terdepresiasi sebesar 2,46% dan secara year to date/ytd, rupiah telah ambruk sebesar 5,42%.

Hal ini terjadi di tengah berbagai sentimen yang menyelimuti Tanah Air khususnya yang datang dari AS. Lonjakan inflasi AS dan masih panasnya data tenaga kerja AS ini menimbulkan kekhawatiran jika The Fed akan menahan suku bunga lebih lama.

Walaupun pada akhirnya The Fed menurunkan suku bunga sebanyak tiga kali beruntun di akhir 2024, tapi kemenangan Trump kembali tekan rupiah terhadap dolar AS.

Ini karena pasar menilai dengan kemenangan Trump maka inflasi akan semakin sulit ditekan khususnya karena barang impor ke AS yang akan dikenakan tarif lebih tinggi sehingga berujung pada keseluruhan harga barang di AS menjadi lebih mahal.

Ketika inflasi tak dapat ditekan ke level yang lebih rendah dan menemui target The Fed di angka 2%, maka The Fed tampak akan membiarkan suku bunga berada di level yang cukup tinggi di waktu yang lebih lama atau dengan kata lain bahwa pemangkasan suku bunga akan menjadi lebih sulit terjadi.

Bahkan rilis laporan The Fed dalam Summary of Economic Projections (SEP) Desember 2024 menunjukkan bahwa tahun depan diproyeksikan bahwa The Fed hanya memangkas suku bunga sebanyak 50 bps dari yang sebelumnya diperkirakan sebanyak 100 bps.

Hal ini semakin membuat DXY melambung tinggi dan membuat rupiah terus mengalami tekanan hari demi hari.

CNBC INDONESIA RESEARCH

(ras/ras)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research