Jakarta, CNBC Indonesia - Pekerja Indonesia masih didominasi lulusan Sekolah Dasar (SD). Namun, lulusan diploma I/II/III (D1/2/3) juga semakin mendapat tempat.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan per Februari 2025, sebagian besar penduduk bekerja berpendidikan SD ke bawah, yaitu sebesar 35,89%.
Kabar positifnya lulusan diploma I/II/III kini menjadi kelompok yang paling sedikit menyumbang angka pengangguran di Indonesia.
Jumlah pengangguran dengan pendidikan terakhir D1/2/3 adalah 177.399 jiwa, atau sekitar 17,5% dari total 1.010.652 orang yang menganggur di Indonesia.
Di sisi lain, lulusan sekolah menengah atas (SMA) memiliki kontribusi paling besar dalam angka pengangguran. Dalam total, ada 2.038.893 lulusan SMA yang masih belum mendapatkan porsi lapangan kerja, atau sekitar 42% dari total penganggur.
Jumlah Pengangguran Meningkat dari Tahun Lalu
Tingkat pengangguran di Indonesia per Februari 2025 mencapai 4,76% dengan jumlah penganggur 7,28 juta orang.
Secara prosentase, angka pengangguran turun dari periode Februari 2025 (4,82%) tetapi secara jumlah naik (7,20 juta orang).
Hal ini selaras dengan peningkatan jumlah tenaga kerja ter-PHK yang meningkat dari Februari tahun sebelumnya. Dilansir dari Satu Data Kementerian Tenaga Kerja, jumlah tenaga kerja yang di PHK selama Februari 2024 meningkat dua kali lipat lebih dari Februari 2025.
Lulusan Perguruan Tinggi Sulit Terserap Lapangan Kerja
Memiliki pendidikan tinggi tidak menjamin tenaga kerja akan terserap lebih baik oleh lapangan kerja yang ada.
Jumlah pengangguran dengan riwayat pendidikan D4, S1, S2, dan S3 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pengangguran lulusan D1/D2/D3.
Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya karena pendidikan vokasional memiliki kurikulum yang lebih disesuaikan dengan kebutuhan industri. Selain itu, pendidikan diploma I-III memiliki durasi perkuliahan yang lebih singkat dibandingkan dengan strata pendidikan lebih tinggi yang berorientasi pada output akademik.
Orang-orang yang mendaftar program diploma biasanya berekspektasi untuk bisa cepat terserap lapangan kerja, terlepas dari besaran gaji atau jabatan yang diberikan.
Di sisi lain, lulusan D-IV hingga S3 biasanya memiliki ekspektasi gaji dan posisi yang lebih tinggi. Sehingga, mereka memiliki lebih banyak pertimbangan dalam memilih lowongan pekerjaan. Banyak dari mereka yang enggan untuk mengambil suatu pekerjaan jika imbalan yang diberikan tidak sesuai dengan riwayat pendidikan yang mereka miliki.
Padahal, dalam kondisi ekonomi yang sedang melambat, perusahaan kesulitan untuk memberikan upah tinggi yang dianggap sepadan untuk lulusan strata pendidikan tinggi.
Mereka lebih memilih untuk mempekerjakan orang dengan riwayat pendidikan lebih rendah tetapi masih berkualifikasi, tentunya dengan ekspektasi gaji yang lebih rendah juga.
Dalam dunia lapangan kerja di Indonesia, terjadi fenomena supply tenaga kerja dianggap overqualified untuk lowongan pekerjaan yang tersedia.
Terserap Banyak, Apakah Pekerjaannya Layak?
Meskipun angka keterserapan lulusan SMA-Diploma III lebih tinggi dibandingkan lulusan Diploma IV/S1-S3, hal ini tidak menjamin bahwa mereka mendapat pekerjaan yang layak.
Jika melihat proporsi lapangan kerja informal sektor non-pertanian di Indonesia menurut BPS, ketersediaan lapangan kerja untuk lulusan SMA-Diploma III lebih banyak ada di sektor informal dibandingkan formal. Sedangkan, lapangan kerja untuk lulusan diploma IV/S1-S3 lebih banyak ada di sektor formal.
Menurut ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM), Tri Widodo, pengertian dari sektor informal adalah sektor yang tidak terorganisasi (unorganized), tidak teratur (unregulated), dan kebanyakan legal tetapi tidak terdaftar (unregistered).
Sektor informal memiliki beberapa karakteristik, diantaranya adalah jumlah unit usaha yang banyak dalam skala kecil, teknologi yang sederhana dan padat tenaga kerja, tingkat pendidikan dan ketrampilan yang rendah, serta memiliki produktivitas tenaga kerja yang rendah dengan tingkat upah yang relatif lebih rendah dibandingkan sektor formal.
Pekerja informal memiliki jam kerja serta upah yang tidak tetap dan dapat berubah tiap harinya sesuai dengan permintaan pasar yang ada. Contoh dari pekerja informal adalah ojek online, ojek pangkalan, penjual eceran, pekerja bangunan, pedagang kaki lima, dan lain-lain.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae/mae)