AS Bikin Konflik TImur Tengah Panas, Waspada IHSG Rawan Longsor!

1 week ago 12

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Senin hari ini (23/6/2025) tampaknya masih akan bergejolak lagi gara-gara Amerika Serikat (AS) menambah ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran.

Pada perdagangan terakhir Jumat (20/6/2025), IHSG ditutup terkoreksi 0,88% ke level 6.907,14. Secara mingguan, indeks sudah terkoreksi 3,61%, menjadi penurunan terburuk sejak 11 April 2025, saat pasar merespons kebijakan tarif AS. Ini juga menandai posisi IHSG terendah dalam sebulan terakhir.

Sentimen terbesar yang membayangi awal pekan ini datang dari keputusan Presiden AS Donald Trump, yang mengumumkan pengeboman tiga fasilitas nuklir di Iran, meliputi wilayah Fordow, Natanz, dan Esfahan, dengan kerusakan besar difokuskan di Fordow. Meski Trump menyatakan bahwa saatnya untuk perdamaian, serangan ini telah menempatkan Washington dalam konflik bersenjata langsung dengan Iran.

Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment di Pilarmas Investindo Sekuritas, mengatakan bahwa keterlibatan AS memperbesar ketidakpastian global dan mendorong harga energi kembali melonjak.

"Keterlibatan Amerika membuat situasi semakin kompleks, apalagi ketika tensi di Timur Tengah semakin tajam. Ini bisa membuat harga komoditas, khususnya energi, bergerak naik," ujarnya, kepada CNBC Indonesia.

Nico juga menyoroti potensi respons Iran yang belum tentu lunak.

"Meskipun Presiden Trump mengatakan pentingnya perdamaian, bukan berarti Iran akan tinggal diam. Pelaku pasar pasti akan menunggu reaksi lanjutan dari Iran sebelum mengambil posisi baru, khususnya di sesi perdagangan malam nanti," tambahnya.

Ia juga mengingatkan bahwa keberpihakan dalam konflik ini berisiko memperburuk kondisi global.

"Bukan tidak mungkin akan muncul blok-blok baru antarnegara. Apalagi di tengah kebijakan tarif AS yang protektif, banyak negara mulai enggan berdiplomasi dengan Washington. Amerika harus berhati-hati mengambil posisi agar tidak menambah eskalasi."

Secara teknikal, IHSG kini berada di zona rawan setelah breakdown dari level psikologis 7.000. Pola double top yang terbentuk membuka peluang penurunan lanjutan hingga 6.700-bertepatan dengan support dari high candle 12 Maret 2025.

Pergerakan IHSG secara teknikal menggunakan timeframe harianFoto: Tradingview
Pergerakan IHSG secara teknikal menggunakan timeframe harian

Di tengah ketidakpastian ini, saham sektor energi, komoditas, serta aset safe haven seperti emas menjadi sorotan. Nafan Aji Gusta, Senior Technical Analyst Mirae Asset Sekuritas Indonesia, mengatakan bahwa potensi pembalasan Iran, melalui pemblokiran Selat Hormuz, bisa memicu gangguan pasokan global dan mendongkrak harga minyak serta batu bara.

"Ini bisa jadi sentimen positif untuk saham-saham sektor energi," ujarnya.

Namun, Nafan juga mencatat bahwa di sisi lain, dolar AS sebagai aset safe haven akan tetap diuntungkan dalam kondisi seperti ini, meskipun berisiko terdepresiasi terhadap harga komoditas.

Tak hanya geopolitik, pelaku pasar juga mencermati sederet rilis data ekonomi penting dari AS pekan ini. Fokus utama tertuju pada data Core PCE (Personal Consumption Expenditures) bulan Mei, indikator inflasi favorit The Fed.

Jika inflasi tetap tinggi, pasar bisa berspekulasi bahwa The Fed akan menahan suku bunga tinggi lebih lama, yang bisa mendorong arus keluar dari pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.

Nafan menyebutkan, "Jika data inflasi PCE naik, ini bisa memperkuat dolar AS dan memberi tekanan tambahan bagi IHSG."

Di sisi lain, AS juga akan merilis estimasi ketiga GDP kuartal I/2025, dan pidato Jerome Powell di hadapan Kongres AS pada Selasa-Rabu nanti akan menjadi penentu arah pasar global selanjutnya.

Josua Pardede, Kepala Ekonom Bank Permata juga menilai bahwa tekanan terhadap pasar Indonesia tak lepas dari meningkatnya aversi risiko global.

"Investor global kini lebih memilih aset safe haven seperti emas dan dolar AS, sementara pasar saham negara berkembang termasuk IHSG terpaksa terkena tekanan jual karena lonjakan risiko geopolitik," ujarnya.

Josua juga memperingatkan bahwa faktor eksternal lainnya seperti potensi kenaikan suku bunga The Fed jika data inflasi AS (Core PCE) masih tinggi, bisa memperkuat dolar AS lebih jauh.

Dari sisi fiskal, beban makin berat. Josua mengingatkan bahwa setiap kenaikan US$ 1 pada harga minyak (ICP) di atas asumsi APBN (US$ 82) diperkirakan menambah beban sekitar Rp7 triliun. Jika tren ini berlanjut, defisit APBN bisa mendekati batas 3% terhadap PDB, menambah tekanan pada kredibilitas fiskal dan memperburuk sentimen terhadap rupiah.

Josua memproyeksikan rupiah bisa tertekan lagi, bergerak di kisaran Rp16.350/US$ - Rp16.500/US$ dalam waktu dekat.

Dari dalam negeri, sekitar 17 emiten melewati ex-date dividen hari ini, termasuk PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA). PTBA menjadi perhatian karena menawarkan yield lebih dari 11%, yang berisiko diikuti oleh koreksi harga akibat aksi ambil untung dan potensi repatriasi.

Sejumlah saham berkapitalisasi besar dan memiliki eksposur asing tinggi pun berpotensi melanjutkan koreksi. Namun demikian, valuasi yang mulai turun ke level menarik dapat kembali membuka peluang akumulasi bagi investor jangka menengah hingga panjang.

Jejak Rekam IHSG Saat Perang

Melihat secara historis, IHSG sudah beberapa kali mengalami konflik geopolitik, terutama untuk wilayah Timur Tengah.

Pada serangan pertama kali antara Rusia-Ukraina yang terjadi 24 Februari 2022 silam, IHSG kena dampak dengan penurunan sampai 1,48% dalam sehari.

Meski begitu, dalam sehari setelahnya IHSG langsung rebound 2%, bahkan dalam jangka menengah berhasil menguat dan menembus All Time High di level 7700.

Sekitar satu tahun setengahnya, konflik geopolitik menular ke kawasan Timur Tengah, dengan dimulai serangan Hammas ke Israel pada 7 Oktober 2023.

Karena waktu itu terjadi di hari Sabtu, IHSG langsung merespon pada Senin dengan koreksi, syukurnya koreksi terbilang masih tipis hanya 0,04% dalam sehari.

Namun, pada waktu itu koreksi terus berlanjut ke hari-hari setelahnya, bahkan sampai awal November 2023 IHSG masih turun sampai level 6600 mengakumulasi penyusutan sampai 4% dari sebelum serangan Hammas terjadi.

Meski demikian, IHSG mampu berbalik arah pada akhir 2023 menikmati momen Window Dressing sampai Januari effect pada 2024.

Meskipun 2024 ada gejolak soal suku bunga tinggi sampai efek tahun pemilu, tetapi IHSG juga masih bisa mendapatkan level ATH-nya lagi di atas 7900.

Pergerakan negative dicatat IHSG pada awal perang Israel vs Iran. Pada Jumat (13/6/2025) atau setelah perang meletus, IHSG langsung ambruk 0,53% pada hari itu. IHSG sempat menguat pada Senin tetapi ambruk setelahnya.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research