Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) pesta pora pada perdagangan kemarin, Jumat (27/6/2025). Indeks bahkan mencatat rekor tertinggi sepanjang masa.
Lonjakan kenaikan saham ditopang optimisme terhadap kesepakatan dagang, Di sisi lain, data ekonomi memperkuat ekspektasi bahwa bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga.
Indeks S&P terbang 0,52% dan ditutup pada rekor 6.173,07. Sebelumnya, S&P 500 sempat naik hingga 0,76% ke level tertinggi 6.187,68, melampaui rekor sebelumnya di 6.147,43.
Indeks Nasdaq Composite juga mencetak rekor tertinggi baru dan ditutup naik 0,52% di 20.273,46. Sementara itu, Dow Jones Industrial Average melonjak 432,43 poin atau naik 1% dan berakhir di 43.819,27.
Kenaikan indeks S&P ini menandai pemulihan tajam dari titik terendah yang terjadi pada awal April di tengah memuncaknya ketegangan kebijakan perdagangan.
Saham-saham sempat ambruk dari level tertingginya setelah Trump menyatakan di Truth Social bahwa pembicaraan perdagangan antara AS dan Kanada telah dihentikan.
Sebelumnya, investor sempat mendorong kenaikan saham setelah Menteri Perdagangan Howard Lutnick mengatakan bahwa kerangka kerja dagang antara China dan AS telah disepakati. Lutnick juga menambahkan bahwa pemerintahan Trump memperkirakan akan segera mencapai kesepakatan dengan 10 mitra dagang utama lainnya.
Pergerakan tajam pada Jumat ini menjadi episode terbaru di mana Wall Street harus menavigasi lanskap perdagangan global yang terus berubah.
Setelah naik ke level tertinggi baru pada Februari 2025 berkat harapan terhadap kebijakan pro-bisnis dari Trump, pasar saham sempat anjlok ketika presiden memutuskan untuk memberlakukan tarif berat terlebih dahulu.
Foto: cnbc
Pergerakan bursa S&P
Pada titik terendahnya di April, S&P 500 turun hampir 18% sepanjang tahun 2025. Indeks acuan ini mulai bangkit kembali setelah Trump melunak terhadap tarif paling ketatnya dan AS memulai negosiasi untuk kesepakatan dagang.
Sejak mencapai titik terendah pada 8 April, S&P 500 telah naik lebih dari 20% dan kini mencatat kenaikan hampir 5% sepanjang tahun berjalan. Selama periode ini, investor tetap membeli saham meskipun harga minyak melonjak akibat konflik Israel-Iran dan imbal hasil obligasi melonjak karena kekhawatiran defisit fiskal.
Pemulihan saham-saham teknologi yang berkaitan dengan kecerdasan buatan (AI) yang dipimpin oleh Nvidia dan Microsoft juga turut mendorong reli pasar.
"Saya bisa melihat di mana letak risikonya - jika kemajuan perdagangan ini hanyalah sensasi dari Gedung Putih dan tidak ada kesepakatan nyata yang terjadi, maka pasar ini bisa saja berbalik arah," ujar Thierry Wizman, ahli strategi global FX dan suku bunga di Macquarie Group, kepada CNBC International.
"Pada akhirnya, semua ini akan kembali pada pertumbuhan ekonomi AS dan pertumbuhan laba perusahaan." Ujarnya.
Laporan Personal Consumption Expenditures (PCE) dari Departemen Perdagangan menunjukkan bahwa pendapatan dan belanja konsumen secara tak terduga mengalami kontraksi sebesar 0,1% (month to month/mtm) pada Mei. Meski tarif belum berdampak pada pertumbuhan harga, inflasi PCE tetap berada di atas target tahunan 2% milik The Fed. Inflasi PCE (year on year/yoy) mencapai 2,3% sementara PCE inti di ,7% (yoy) pada Mei 2025.
Laporan terpisah dari University of Michigan mengonfirmasi bahwa sentimen konsumen mengalami perbaikan pada Juni yakni menjadi 60,7 dari 52,2 pada Mei meskipun masih jauh di bawah lonjakan yang terjadi pasca pemilu pada Desember.
Pasar keuangan kini memperkirakan peluang sebesar 76% bahwa Federal Reserve akan memangkas suku bunga untuk pertama kalinya tahun ini pada September.
Sementara itu, proyeksi FedWatch dari CME menunjukkan kemungkinan pemangkasan suku bunga terjadi secepatnya pada Juli hanya sebesar 19%.
"Pasar ini cukup Tangguh. Investor sedang menunggangi momentum dan mencari peluang breakout. Mereka tidak ingin terjebak di sisi yang salah. Banyak investor sudah ketinggalan. Dan sekarang S&P mulai menggoda dengan rekor tertingginya." kata Chuck Carlson, CEO Horizon Investment Services di Hammond, Indiana, kepada Reuters.
Washington dan Beijing telah mencapai kesepakatan untuk mempercepat pengiriman logam tanah jarang (rare earth) dari China ke AS, menurut seorang pejabat News Story.
Kesepakatan ini dicapai jauh sebelum tenggat 9 Juli, yang menandai akhir dari masa penangguhan 90 hari terhadap tarif "resiprokal" yang diterapkan Presiden Donald Trump.
Selain itu, Menteri Keuangan AS (menurut laporan News Story) menyatakan bahwa kesepakatan dagang dengan 18 mitra dagang utama AS bisa selesai sebelum libur Hari Buruh pada 1 September.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae/mae)