2 Miliar Warga Dunia Kini Bekerja di Sektor Informal, Cari Kerja Susah

1 day ago 5

Jakarta, CNBC Indonesia- Fenomena meningkatnya tenaga kerja informal tidak hanya dihadapi di Indonesia tetapi juga dunia.

Pekerja informal adalah para pemeran yang tak tercatat dalam daftar resmi, tapi justru menjadi tulang punggung pertunjukan ekonomi dunia. Mereka hadir di setiap sudut kota dan desa, tanpa seragam korporat, tanpa jaminan sosial, namun memegang peran krusial dalam roda produksi global.

Menurut laporan World Employment and Social Outlook dari ILO edisi Mei 2025, lebih dari 2 miliar orang di dunia bekerja di sektor informal, mewakili 57,8% dari total pekerja global.

Ironisnya, dalam satu dekade terakhir, ketimbang berkurang, pekerjaan informal justru tumbuh 13,7% secara global, lebih cepat daripada pertumbuhan pekerjaan formal (12,6%).

Di kawasan Afrika, pertumbuhannya bahkan mencapai 29,3%, sementara di negara-negara Arab mencapai 36,1% menunjukkan betapa krusial tapi rentannya posisi para pekerja informal di pasar tenaga kerja modern.

Indonesia pun tak lepas dari pusaran ini. Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2025, hanya 40,6% pekerja Indonesia yang berada di sektor formal, sisanya bekerja sebagai buruh lepas, pedagang kaki lima, pekerja keluarga tidak dibayar, hingga supir ojek online tanpa kontrak tetap.

Dari total 145,77 juta angkatan kerja yang aktif, mayoritas justru menggantungkan hidup pada ketidakpastian status kerja.

Padahal, transformasi teknologi dan restrukturisasi industri menuntut keterampilan yang semakin spesifik. Namun, laporan ILO menunjukkan mismatch pendidikan masih menjadi momok. Di 59 negar, hanya 47,7% pekerja yang pendidikannya sesuai dengan pekerjaannya, dan lebih dari 33,4% masih under-educated.

Situasi ini semakin pelik ketika melihat bahwa pengangguran di Indonesia justru lebih banyak berasal dari kalangan terdidik, ada 842 ribu pengangguran bergelar sarjana dan 2,29 juta penganggur lulusan SMA, sebuah ironi pendidikan yang belum nyambung dengan realita lapangan kerja.

Lebih jauh, pekerja informal juga tak menikmati kemajuan produktivitas yang terjadi secara global. Data ILO menunjukkan bahwa antara 2014-2024, produktivitas global tumbuh 17,9%, sementara pekerjaan informal tumbuh tanpa dukungan peningkatan produktivitas yang memadai. Hal ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak otomatis menciptakan pekerjaan layak. Banyak dari pertumbuhan tenaga kerja justru terserap di sektor yang upahnya rendah, tanpa jaminan sosial, dan tanpa masa depan yang pasti.

Indeks Pekerjaan Formal dan Informal Dunia (2014–2024)Foto: ILO
Indeks Pekerjaan Formal dan Informal Dunia (2014–2024)

Dalam konteks Indonesia, tingginya angka pekerja informal tak hanya menyimpan kerentanan ekonomi, tetapi juga berpotensi menghambat transformasi struktural ekonomi.

Ketika sektor digital dan ekonomi hijau digembar-gemborkan sebagai masa depan, realita menunjukkan bahwa sektor pertanian, perdagangan, dan industri pengolahan masih menjadi penyerap tenaga kerja terbesar tiga sektor yang paling banyak diisi oleh pekerja informal dan lulusan SD ke bawah.

Jika dunia terus bergerak menuju pekerjaan berkualitas, ke mana arah Indonesia? Apakah tetap membiarkan generasi muda Gen Z menunggu pekerjaan impian sambil terseret dalam jebakan kerja palsu dan upah minim?

Apakah ini saatnya negara serius mengarahkan ulang arah pembangunan tenaga kerja dari sekadar menyerap, menjadi memuliakan pekerja lewat formalitas, perlindungan, dan pengakuan?

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research