Waspada! 7 Isu Penting Bisa Bikin IHSG dan Rupiah 'Keringetan' Pekan Ini

7 hours ago 2
  • Pasar keuangan Indonesia kompak menguat pada akhir pekan lalu, rupiah dan IHSG ada di zona positif
  • Wall kompak menghijau pada akhir pekan lalu
  • Data ekonomi dari dalam dan negeri akan menjadi penggerak pasar pekan ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air siap kembali diperdagangan hari ini, jelang pergantian bulan. Pasar keuangan bersiap menghadapi banyak tantangan pekan ini karena akan banyak data ekonomi yang rilis, baik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) maupun rupiah.

IHSG masih mencatatkan kinerja cukup positif di sepanjang pekan kemarin, namun hal itu memberikan ruang konsolidasi atau penurunan sejenak sebelum melanjutkan bullishnya. Akan tetapi, rupiah diperkirakan masih akan mengalami tekanan di sepanjang pekan ini.

Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman empat.

Pada perdagangan Jumat (26/9/2025), IHSG ditutup menguat 0,73% di level 8.099,3. Sepanjang pekan kemarin, IHSG berhasil naik 0,60%. Dan sempat menyentuh rekor tertingginya pada penutupan perdagangan 24 September 2025 di level 8.126,56.

Sebanyak 337 saham naik, 310 turun, dan 152 lainnya tidak bergerak. Nilai transaksi hingga penutupan mencapai Rp 21,97 triliun. Sebanyak 41,41 miliar saham berpindah tangan dalam 2,16 juta kali transaksi.

Mayoritas sektor perdagangan menguat dengan hanya energi dan teknologi yang terkoreksi. Sementara itu, sektor utilitas konsumer primer dan barang baku mencatatkan kenaikan paling tinggi.

Saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT), PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) tercatat sebagai penggerak utama kinerja IHSG pada perdagangan Jumat kemarin, dengan saham PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menjadi pemberat utama kinerja indeks.

Pasar domestik kemarin mengalami pukulan berat, IHSG terjun dalam koreksi signifikan dan rupiah mencatatkan level terlemah dalam rentang panjang.

Korelasi negatif antara sentimen global dan kelemahan struktur domestik terlihat makin jelas apa yang sebelumnya menjadi daya tarik pasar modal kini diuji oleh realitas tekanan valuta asing dan arus modal keluar yang agresif.

Fokus pasar akhir pekan kemarin tertuju ke data inflasi AS (PCE) dan perkembangan ekonomi AS sebagai ujung tombak ekspektasi moneter global.

Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Jumat (26/9/2025) berhasil menguat ke posisi Rp16.725/US$ atau terapresiasi 0,06%. Hal ini sekaligus mematahkan tren pelemahan rupiah dalam enam hari beruntun.


Penguatan rupiah pada akhir pekan kemarin tak lepas dari peran Bank Indonesia yang terus berupaya untuk menjaga nilai tukar rupiah untuk tetap stabil.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo telah membuka suara soal pelemahan rupiah yang terjadi beberapa hari terakhir. Perry menegaskan bahwa bank sentral telah mengeluarkan seluruh instrumennya untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

"Bank Indonesia menggunakan seluruh instrumen yang ada secara bold, baik di pasar domestik melalui instrumen spot, DNDF, dan pembelian SBN di pasar sekunder, maupun di pasar luar negeri di Asia, Eropa, dan Amerika secara terus menerus, melalui intervensi NDF," menurut Perry dalam pernyataannya, Jumat (26/9/2025).

Dia pun mengungkapkan BI yakin bahwa seluruh upaya yang dilakukan dapat menstabilkan nilai tukar rupiah, sesuai nilai fundamentalnya.

Sementara itu, faktor pelemahan Dolar Index (DXY) turut menjadi salah satu penopang penguatan rupiah pada perdagangan Jumat kemarin.

DXY berbalik melemah setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan putaran baru tarif, termasuk tarif 100% untuk obat-obatan dari perusahaan yang tidak membangun pabrik di AS, serta bea masuk untuk truk besar dan produk rumah tangga yang akan berlaku mulai 1 Oktober 2025 mendatang.

Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Jumat (26/9/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun naik tipis di level 6,2402%.

Sebagai informasi, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan Surat Berharga Negara (SBN).

Pages

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research