Warisan Tenun NTT, Menjaga Tradisi dan Menggerakkan Ekonomi

2 hours ago 1

Dalam masyarakat Sumba, perempuan kerap kali tidak bisa mengungkapkan pendapatnya di muka umum. Para perempuan Sumba menyuarakan aspirasi mereka melalui kain tenun. Setiap motif yang mereka tenun memiliki makna masing-masing.

Pegiat kain tenun Sumba Timur, Ignasius Hapu Karanjawa, mengatakan motif-motif tenun Sumba biasanya diambil dari hewan yang para perempuan Sumba lihat sehari-hari.

“Contohnya ayam, ayam itu kalau berjalan induknya selalu di depan. Kemudian bebek, kalau bebek berenang anak-anaknya selalu di depan. Jadi pemimpin harus seperti itu, menunjukkan jalan dan menuntun dari belakang,” kata Ignasius di sela Pameran Tenun NTT Menenun, Menjaga Tradisi Masa Depan yang diselenggarakan Yayasan Astra, Jumat (19/9/2025).

Ignasius mengatakan setiap motif memiliki falsafah dan nilai sastra. Tidak hanya hewan ternak yang menjadi bagian hidup masyarakat sehari-hari, motif tenun Sumba juga mencakup ikan dan serangga.

“Seperti capung, itu memiliki falsafahnya sendiri. Capung kalau kita lihat tidak pernah sendiri, dia selalu bersama-sama. Jadi persoalan tidak ada yang tidak bisa diselesaikan asal dapat duduk bersama. Begitu pula motif burung kakaktua, ada burung nuri, simbol-simbol itu memiliki arti masing-masing,” katanya.

Pameran Tenun NTT Menenun, Menjaga Tradisi Masa Depan menampilkan beragam karya tenun hasil kreasi sekolah binaan Yayasan Astra–Yayasan Pendidikan Astra Michael D. Ruslim (YPA MDR) dari Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Menenun menjadi salah satu fokus pembinaan Yayasan Astra–YPA MDR melalui Pilar Kecakapan Hidup.

Program ini bertujuan menumbuhkan kecintaan terhadap warisan budaya leluhur sekaligus mendorong pelestarian tradisi lokal. Guru dan siswa sekolah binaan mendapatkan pelatihan langsung dari narasumber ahli, mencakup proses pembuatan pola, penggulungan benang, pengikatan motif, pewarnaan, hingga menenun menjadi kain. Selain tenun ikat, beberapa sekolah juga mempelajari teknik pembuatan tenun sotis.

Tenun ikat dikenal dengan teknik pengikatan dan pewarnaan benang sebelum ditenun, menghasilkan motif rumit, berwarna, dan sarat makna budaya. Kain ini kerap digunakan dalam upacara adat maupun acara penting.

Sementara itu, tenun sotis khas Timor menampilkan motif sederhana berupa titik-titik atau bunga kecil berulang, yang dihasilkan melalui teknik penyisipan benang tambahan. Kain sotis memiliki tampilan rapi dan elegan sehingga banyak digunakan baik untuk busana sehari-hari maupun acara formal.

Pameran ini merupakan kelanjutan dari Lomba Karya Kreasi Nusantara bertema “Keindahan dan Keberagaman Kain Tradisional Daerahku” yang melibatkan sekolah binaan dalam menciptakan karya batik, tapis, maupun tenun. Khusus pada kesempatan ini, Yayasan Astra–YPA MDR menampilkan tenun khas dari Kabupaten Sumba, Manggarai Timur, Kupang, dan Rote Ndao.

“Kami bangga dapat menampilkan tenun karya para siswa sekolah binaan. Melalui pameran ini, kami ingin menunjukkan bahwa warisan budaya seperti tenun ikat dan sotis bukan hanya indah, tetapi juga dapat menjadi sarana pendidikan, kreativitas, dan pemberdayaan generasi muda,” kata Ketua Pengurus Yayasan Astra–YPA MDR, Gunawan Salim.

Ia berharap kain tenun tidak hanya dipandang sebagai tradisi, tetapi juga sebagai peluang masa depan yang dapat menginspirasi sekaligus menggerakkan ekonomi masyarakat. Sementara itu, Ignasius mengatakan saat ini motif tenun Sumba juga digunakan untuk produk-produk lain.

“Produk turunannya sudah menjadi bagian dari perindustrian, kebutuhan pasar sudah otomatis. Supaya tenun ikat tidak sekadar menjadi kain, tapi bagaimana semua kalangan bisa memakainya,” kata Ignasius.

Ignasius yang aktif di Huma Nusantara yang mengembangkan Rumah Tenun di Sumba mengatakan saat ini para penggiat kain tenun ikat sedang mendorong hilirisasi industri. “Kami, termasuk Huma Nusantara, hulunya yang kami perbaiki. Setelah hulunya diperbaiki, otomatis teman-teman yang bergerak di bidang desain dapat menghasilkan produk-produk turunan yang gampang digunakan,” katanya.

Sementara itu, guru pendamping Lomba Karya Kreasi Nusantara SDN Sonraen, Kupang, yang meraih juara 1 Lomba Karya Kreasi Nusantara, Jouis Nieldy Otemusu, mengatakan pengalaman menghasilkan produk tenun akan menumbuhkan sikap menghargai proses.

“Pada akhirnya, kegiatan menenun menumbuhkan sikap menghargai proses, menghormati budaya, serta menyadari bahwa karya indah lahir dari usaha dan doa, bukan sesuatu yang instan,” ujar Jouis Nieldy Otemusu.

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research