Temuan TGPF Terkait Kekerasan Seksual '98 Anulir Pernyataan Fadli Zon

11 hours ago 5

Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon dikecam publik lantaran menyangkal peristiwa perkosaan massal pada Peristiwa Mei 1998. Menurut politikus Gerindra itu, tidak terdapat bukti kekerasan terhadap perempuan, termasuk perkosaan massal, dalam peristiwa 1998.

Fadli mengklaim peristiwa perkosaan massal tersebut hanya rumor dan tidak pernah dicatat dalam buku sejarah.

Sontak pernyataannya tersebut dikritik keras oleh sejumlah pihak meliputi individu, organisasi masyarakat sipil hingga lembaga negara independen yang merupakan anak kandung reformasi (Komnas Perempuan).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas yang terdiri dari 547 pihak baik organisasi maupun individu menilai pernyataan Fadli merupakan bentuk manipulasi, pengaburan sejarah, serta melecehkan upaya pengungkapan kebenaran atas tragedi kemanusiaan yang terjadi, khususnya kekerasan terhadap perempuan dalam peristiwa Mei 1998.

Menurut koalisi, Fadli yang memimpin proyek penulisan ulang sejarah tampak ingin menyingkirkan narasi penting tentang pelanggaran HAM berat dari ruang publik.

Koalisi menilai pernyataan Fadli tersebut juga mendiskreditkan kerja Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) bentukan Presiden BJ Habibie dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang telah melakukan pendokumentasian dan penyelidikan atas peristiwa Mei 1998, dengan kekerasan seksual sebagai bagian dari peristiwa tersebut.

Lantas, seperti apa laporan akhir TGPF terkait Peristiwa Mei 1998 tersebut khususnya mengenai kekerasan seksual terhadap perempuan?

TGPF dibentuk pada 23 Juli 1998 berdasarkan Keputusan Bersama Menteri Pertahanan Keamanan/Panglima Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Negara Peranan Wanita, dan Jaksa Agung.

Tim tersebut bekerja untuk menemukan dan mengungkap fakta, pelaku dan latar belakang peristiwa 13-15 Mei 1998, terdiri dari unsur-unsur pemerintah, Komnas HAM, LSM, dan organisasi kemasyarakatan lainnya.

TGPF berkeyakinan peristiwa 13-15 Mei 1998 tidak dapat dilepaskan dari konteks keadaan dan dinamika sosial politik masyarakat Indonesia pada periode waktu itu, serta dampak ikutannya.

Peristiwa-peristiwa sebelumnya seperti Pemilu 1997, penculikan sejumlah aktivis, krisis ekonomi, sidang umum MPR-RI 1998, unjuk rasa atau demonstrasi mahasiswa yang terus-menerus serta tertembaknya mahasiswa universitas Trisakti, semua berkaitan dengan peristiwa tanggal 13-15 Mei 1998.

"Kejadian-kejadian tersebut merupakan rangkaian tindakan kekerasan yang menuju pada pecahnya peristiwa kerusuhan yang menyeluruh pada tanggal 13-15 Mei 1998," demikian tertulis dalam laporan tersebut.

Tahapan kerja TGPF meliputi pengumpulan dan pengolahan data dari berbagai sumber; melakukan verifikasi atas data dari berbagai sumber tersebut; mengadakan wawancara dengan sejumlah pejabat dan mantan pejabat, baik sipil maupun ABRI; mengadakan pertemuan konsultatif dengan lembaga profesi dan saksi ahli.

Kemudian melakukan kunjungan lapangan ke daerah-daerah; menyusun ulang gambaran alur peristiwa serta melakukan analisis; menyimpulkan temuan-temuan dan mengungkapkan duduk perkara sebenarnya; dan menyusun rekomendasi kebijakan dan kelembagaan.

Dalam rangka penyelidikan, terdapat tiga subtim TGPF yang melaksanakan pekerjaannya yakni subtim verifikasi, testimoni dan fakta korban.

Sepuluh pejabat (sebagian bersama atau beserta stafnya) terkait yang bertanggung jawab pada saat terjadi kerusuhan 13-15 Mei 1998 di Jakarta telah memberikan kesaksian kepada subtim testimoni.

Dua di antara pejabat dimaksud ialah Mayjen TNI Safrie Sjamsoedin (Pangdam Jaya pada saat kerusuhan) dan Letjen TNI Prabowo Subianto (Pangkostrad pada saat kerusuhan).

Temuan Kekerasan Seksual

Bentuk-bentuk kekerasan seksual yang ditemukan dalam kerusuhan Mei 1998 dibagi dalam beberapa kategori yaitu: perkosaan, perkosaan dan penganiayaan, penyerangan seksual/penganiayaan dan pelecehan seksual.

Dari hasil verifikasi dan uji silang terhadap data yang ada, TGPF menyimpulkan tidak mudah memperoleh data yang akurat untuk menghitung jumlah korban kekerasan seksual, termasuk perkosaan.

TGPF menemukan adanya tindak kekerasan seksual di Jakarta dan sekitarnya, Medan dan Surabaya.

Dari jumlah korban kekerasan seksual yang dilaporkan, yang telah diverifikasi (diuji menurut tingkatan sumber informasi) oleh TGPF sampai akhir masa kerjanya adalah 52 orang korban perkosaan, 14 orang korban perkosaan dengan penganiayaan, 10 orang korban penyerangan atau penganiayaan seksual, dan 9 orang korban pelecehan seksual.

Kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998 terjadi di dalam rumah, di jalan dan di depan tempat usaha.

Mayoritas kekerasan seksual terjadi di dalam rumah atau bangunan. TGPF juga menemukan sebagian besar kasus perkosaan adalah gang rape, di mana korban diperkosa oleh sejumlah orang secara bergantian pada waktu yang sama.

Kebanyakan kasus perkosaan juga dilakukan di hadapan orang lain.

Selain korban-korban kekerasan seksual yang terjadi dalam kerusuhan Mei, TGPF juga menemukan korban-korban kekerasan seksual yang terjadi sebelum dan setelah kerusuhan Mei.

Dalam kunjungan ke daerah Medan, TGPF mendapatkan laporan tentang ratusan korban pelecehan seksual yang terjadi pada kerusuhan tanggal 4-8 Mei 1998.

"Setelah kerusuhan Mei, dua kasus terjadi di Jakarta tanggal 2 Juli 1998 dan dua terjadi di Solo pada tanggal 8 Juli 1998," tulis TGPF dalam laporannya.

Meskipun korban kekerasan tidak semuanya berasal dari etnis Cina, namun sebagian besar kasus kekerasan seksual dalam kerusuhan Mei 1998 lalu diderita oleh perempuan etnis Cina. Korban kekerasan seksual ini bersifat lintas kelas sosial.

(rhs/sfr)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research