Sisa Anggaran Lebih Tembus Rp478,9 Triliun, Akibat Utang Ugal-ugalan?

2 hours ago 1

Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu) di Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saldo Anggaran Lebih (SAL) pemerintah melonjak drastis sejak era pertama pemerintahan Joko Widodo, bahkan sempat mencapai Rp478,96 triliun pada 2022. Kenaikan tajam ini dinilai sebagai dampak kebiasaan pemerintah menarik utang lebih besar dari kebutuhan defisit.

Istilah SAL kembali menjadi sorotan setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memindahkan dana Rp200 triliun dari rekening di Bank Indonesia ke bank-bank Himbara. Sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati juga menyetujui penggunaan SAL Rp16 triliun untuk membiayai Koperasi Desa Merah Putih.

Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menyebut SAL sejatinya merupakan akumulasi dari sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA). “Sementara ini, cukup jelas bahwa kinerja SAL selama ini merupakan akibat dari berutang yang ugal-ugalan selama era Jokowi. Ada pula indikasi pengelolaan SAL tidak optimal dan bisa saja ‘menyamarkan’ praktik buruk sebagian pihak,” tulis Awalil dalam analisisnya yang diterima Republika, Senin (15/9/2025).

Data menunjukkan, nilai SiLPA yang semula relatif kecil melonjak lebih dari 4,5 kali lipat pada 2020 menjadi Rp245,60 triliun. Lonjakan ini terjadi karena penarikan utang mencapai Rp1.229,63 triliun, jauh di atas defisit Rp947,70 triliun. Tren serupa berulang pada 2021 dan 2022, sehingga nilai SAL terus menumpuk.

Posisi SAL yang relatif stabil pada era kedua pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono berubah drastis di era Jokowi. Dari Rp212,70 triliun pada 2019, meningkat menjadi Rp388,11 triliun pada 2020, lalu Rp478,96 triliun pada 2022, dan bertahan di kisaran Rp457 triliun pada 2023–2024.

Awalil menilai penggunaan SAL lebih sering diarahkan hanya untuk kebutuhan kas temporer ketimbang mengurangi utang. Kebijakan memindahkan sebagian SAL dari rekening Bank Indonesia ke bank-bank Himbara disebutnya sebagai bentuk “pemanfaatan temporer”.

“Mengapa tidak dipilih kebijakan menggunakannya untuk mengurangi kebutuhan berutang,” tulis Awalil.

Menurutnya, penggunaan SAL untuk menutup defisit akan lebih bermanfaat karena dapat menekan pembayaran bunga utang sekaligus mengurangi risiko refinancing Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research