Sepertiga Masalah RI Selesai Kalau Pertanian Beres Tapi Ini PR-nya

9 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia- Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), menegaskan bahwa arah kebijakan pembangunan, terutama pertanian, saat ini merupakan koreksi besar terhadap perjalanan reformasi selama hampir tiga dekade.

Hal tersebut disampaikan Zulhas dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia 2025, Selasa (28/102025). 

Forum tahunan ini mempertemukan pemerintah, ekonom, dan pelaku usaha untuk membahas arah ekonomi nasional di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.

Dalam sesi klaster pangan, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), menegaskan bahwa arah kebijakan saat ini merupakan koreksi besar terhadap perjalanan reformasi selama hampir tiga dekade.

"Di pemerintahan Pak Prabowo itu sebetulnya melakukan sesuatu yang baru. Merupakan koreksi dari kebijakan-kebijakan selama 28 tahun kita reformasi. Nah selama 28 tahun kita pasar bebas, nah ini sekarang mulai ditata," ujar Zulhas dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025).

Menurutnya, penataan itu dimulai dari membangun kembali kekuatan industri nasional, sumber daya yang memadai, hingga swasembada.

Dia menjelaskan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah kebijakan besar yang dampaknya luas. Tidak hanya meningkatkan kualitas SDM tetapi juga mendorong swasembada pangan.

"Saudara-saudara bayangkan kalau itu berjalan dengan baik, karena ini sesuatu yang baru, mendasar, besar, dan tentu dampaknya luas. Oleh karena itu dia memang tidak mudah ya memberi makan 82,9 juta orang," ucapnya.

"Kalau kita perlu telur satu-satu orang, kita perlu 82,9 juta butir telur satu hari. Kita perlu 82,9 juta buah, kita perlu 82,9 juta sayur, ikan, ayam, nasi. Itu sesuatu yang luar biasa. Oleh karena itu, berikutnya tidak boleh ditawar-tawar, artinya kita harus swasembada," tegas Zulhas.

Namun, Zulhas mengakui kondisi pangan nasional masih rapuh.

"Begitu kita buka rapor soal pangan, hampir semua impor. Beras tahun lalu kita impor 4,5 juta ton beras. Tahun lalu kita impor jagung, hampir 3 juta ton. Kita impor garam kira-kira hampir 2,5 juta ton. Kita impor gula, lebih kurang 5 sampai 6 juta ton. Kita impor kedelai hampir 3 juta ton. Jadi hampir semua itu impor. Tidak mudah," jelasnya.

Padahal, menurutnya, sektor pertanian memegang kunci pengentasan kemiskinan.

"Pertanian ini kalau kita bisa selesaikan, itu menyelesaikan sepertiga masalah Indonesia. Karena yang miskin itu petani, ada nelayan, peternak," ujarnya.

Zulhas menilai akar masalah ada pada aturan yang terlalu banyak dan tumpang tindih. Karena itulah, pemerintah melakukan banyak deregulasi.

"Kita pertama minta ke bapak presiden untuk deregulasi. Misalnya contohnya pupuk saja, pupuk akan sampai petani itu mengikuti 144 aturan. Tidak heran kalau pupuk itu sampai petani pada waktu itu mesti dipanen. Padahal diperlukan ini sebetulnya pada waktu mau tanam." imbuhnya.

Tersorot pula lemahnya infrastruktur dasar pertanian, terutama irigasi. Dia menjelaskan luas sawah hanya 7,4 sampai 7,5 juta hektare sementara luas tanamnya 10 juta.

"Kalau 2 kali kan 15 juta. Kalau 10 artinya banyak yang 1 kali tanam. Maka ketahuan ada apa, irigasi gak beres. Yang bangun irigasi zaman Pak Soeharto, sekarang gak ada," ujarnya.

Dia menambahkan irigasi tidak dibangun salah satunya karena banyaknya aturan yang tumpang tindih.

"Kenapa irigasi gak dibangun? Rupanya irigasi itu yang bangun bupati sama gubernur. PU (kementerian Pekerjaan Umum) gak boleh. Dengan luasan 1.000, 3.000 hektare. Aturan lagi, soal aturan lagi. Ini kita pangkas. Jadi kayak pupuk tadi kita pangkas, tinggal dari Mentan, Pupuk Indonesia, langsung ke petani." imbuhnya.

Dia menegaskan bahwa pemerintah kini turun langsung menstabilkan harga agar petani tetap untung. Mengerem impor adalah salah satu bentuk keperdulian pemerintah dalam mensejahterakan petani.  Menurutnya, pada 2024, Indonesia mengimpor beras 4,5 juta ton tetapi angkanya menjadi nol pada 2025.

"Tapi di gudang kita ada beras 4 juta ton surplusnya. Sekarang pertanyaannya gimana agar petani makmur? Saya minta inpres lagi sama Presiden. Kalau dulu harganya Rp6.000-5.000, gabah dinaikkan menjadi Rp6.500. Rp6.500 gak bisa berjalan, gak gampang juga, karena tengkulak di daerah luar biasa. Maka ini kita minta bantuan TNI memang," katanya.

Di sisi lain, pemerintah juga memastikan perlindungan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

"Ada juga masyarakat kita yang punya penghasilan di bawah, mereka harus mendapat harga beras yang murah. Oleh karena itu programnya Bulog, beras yang surplus itu dijual dengan harga subsidi. Itu yang disebut dengan SPHP, dijual dengan Rp12.500 per kg, tapi belinya memang harus di pasar tradisional agar tidak disalahgunakan," jelas Zulhas. "Itu kita sediakan 2 juta ton, kemudian ada bantuan beras, itu selama 2 bulan 20 kg, menyasar 18,2 juta KPM," sambungnya.

Zulhas juga memaparkan indikator kesejahteraan yang mulai membaik.

"Buktinya petani itu lebih makmur dari tahun kemarin atau tidak, bukan kata saya. 2024 nilai tukar petani untuk karbohidrat 116, sekarang 124. Berarti ada peningkatan. Masih di atas inflasi, jadi dia lebih makmur dari tahun lalu," ujarnya.

Melansir Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi September 2025, Nilai Tukar Petani (NTP) nasional tercatat sebesar 124,36 atau naik 0,63% dibandingkan bulan sebelumnya.
Angka ini menjadi salah satu yang tertinggi dalam dua tahun terakhir, mencerminkan peningkatan kemampuan daya beli petani terhadap barang konsumsi maupun biaya produksi.

Kenaikan ini gambaran awal dari potensi "kemakmuran baru" di sektor pertanian yang menjadi prioritas utama dalam visi pemerintahan Prabowo.

Kenaikan NTP September 2025 didorong oleh meningkatnya indeks harga yang diterima petani (It) sebesar 0,71%, jauh lebih tinggi dari kenaikan indeks harga yang dibayar petani (Ib) yang hanya 0,08%. Artinya, petani menerima pendapatan yang tumbuh lebih cepat daripada biaya hidup dan biaya produksi mereka.
Secara subsektor, tanaman perkebunan rakyat menjadi bintang utama dengan kenaikan NTP mencapai 1,57% dibanding Agustus 2025. Nilai NTP subsektor ini kini menyentuh 159,77, tertinggi di antara semua kelompok petani.

Peningkatan ini disumbang oleh komoditas unggulan seperti kelapa sawit, karet, dan kopi yang mengalami lonjakan harga ekspor dalam beberapa bulan terakhir. Sementara itu, subsektor peternakan mencatat kenaikan 1,51%, diikuti tanaman pangan 0,26%, dan perikanan 0,07%.

Dia menambahkan penguatan pembangunan ke depan akan ditekankan pada e

konomi yang tumbuh dari gerakan rakyat, dari desa.

"Desa harus punya akses kepada sumber-sumber dana, akses kepada sumber-sumber produksi, sehingga pemberdayaan di desa bisa terjadi. Kopdes menjadi offtaker. Kalau petani punya gabah, gudangnya bisa beli, jagung bisa dibeli, sayuran nanti ada cold storage bisa dibeli, telur-telurnya bisa dibeli. Kopdes kerja sama dengan dapur SPPG. Kalau Bulog kelebihan jagung, kita ekspor. Kalau kita beli Rp6.500, ekspor Rp5.500 rugi seribu enggak masalah. Tapi kan petani kita yang dapat subsidi, bukan petani luar negeri. Ini PR-nya banyak memang, tapi kita bisa." imbuhnya.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research