Jakarta, CNBC Indonesia Research - Saham-saham dengan harga di bawah Rp 50, atau yang kerap dijuluki 'saham nocap', seringkali menarik perhatian investor ritel. Harganya yang murah meriah memunculkan persepsi potensi keuntungan berlipat ganda jika harganya naik. Namun, di balik harganya yang receh, seringkali tersimpan risiko fundamental yang tak kalah besar.
Berdasarkan data yang diolah Tim Riset CNBC Indonesia, terdapat sejumlah emiten yang saat ini diperdagangkan dengan valuasi nominal sangat rendah. Berikut adalah 50 emiten teratas dari daftar tersebut, diurutkan berdasarkan harganya dari yang terkecil hingga terbesar.
Terlihat dari daftar di atas, emiten transportasi PT Express Transindo Utama Tbk (TAXI) berada di peringkat ke-10 dengan nilai 15. Harga saham TAXI di pasar reguler pun saat ini memang berada di level yang sangat rendah.
Kinerja Terpuruk, Dibayangi Risiko Kelangsungan Usaha
Harga saham TAXI yang kini berada di level Rp 15 bukanlah tanpa alasan. Analisis terhadap laporan keuangan perseroan menunjukkan tantangan fundamental yang serius.
1. Laba Rugi: Pendapatan Merosot, Rugi Makin Dalam
Kinerja top-line dan bottom-line TAXI menunjukkan tren negatif jika membandingkan periode 6 bulan pertama 2025 dengan periode yang sama tahun 2024:
- Pendapatan Anjlok: Pendapatan usaha TAXI anjlok 27,8% menjadi Rp 1,53 miliar di semester I-2025 dari Rp 2,12 miliar di semester I-2024. Pendapatan utama dari sewa kendaraan.
- Masih Tekor di Biaya Pokok: Meskipun Beban Pokok Pendapatan turun sedikit menjadi Rp 3,29 miliar , angka ini masih jauh melampaui pendapatan, membuat Rugi Bruto membengkak menjadi Rp 1,76 miliar.
- Rugi Usaha & Rugi Bersih Memburuk: Akibatnya, Rugi Usaha memburuk menjadi Rp 2,25 miliar dan Rugi Neto Tahun Berjalan melonjak menjadi Rp 2,92 miliar, dibandingkan rugi neto Rp 1,74 miliar pada periode sama tahun sebelumnya.
2. Neraca: Kas Kritis, Defisit Triliunan Rupiah
Kondisi neraca per 30 Juni 2025 dibandingkan 31 Desember 2024 juga memberi sinyal bahaya:
- Kas Menipis: Posisi Kas dan Setara Kas merosot tajam dari Rp 5,54 miliar menjadi hanya Rp 1,69 miliar, menimbulkan pertanyaan tentang likuiditas jangka pendek.
- Ekuitas Terus Tergerus: Total Ekuitas turun menjadi Rp 52,34 miliar dari Rp 55,27 miliar akibat kerugian yang terus terjadi.
- Defisit Akumulasi Kerugian Fantastis: Yang paling mengkhawatirkan adalah akumulasi kerugian (defisit) pada pos Saldo Laba Belum Dicadangkan yang mencapai Rp 1,292 triliun per Juni 2025. Angka ini menunjukkan sejarah panjang kerugian yang telah menggerus habis modal disetor perusahaan.
3. Arus Kas: Operasional 'Bakar Duit'
Arus kas perusahaan selama 6 bulan pertama 2025 semakin mempertegas kesulitan operasional:
- Arus Kas Operasi Negatif: Aktivitas operasi menghasilkan arus kas negatif Rp 2,28 miliar , lebih buruk dari periode sama 2024. Ini berarti bisnis inti perusahaan masih 'bakar duit'.
- Investasi Aset Baru: Ada pengeluaran kas untuk investasi Aset Hak Guna (Rp 920 juta) dan Aset Tetap (Rp 312 juta).
- Kas Berkurang Signifikan: Akibatnya, kas perusahaan berkurang drastis sebesar Rp 3,85 miliar dalam 6 bulan.
4. Peringatan Auditor: Lampu Merah Kelangsungan Usaha
Faktor paling krusial datang dari laporan auditor independen untuk tahun buku 2024. Auditor secara eksplisit menyatakan adanya "Ketidakpastian Material yang Terkait dengan Kelangsungan Usaha". Hal ini didasarkan pada kerugian neto berkelanjutan dan akumulasi defisit yang sangat besar. Peringatan ini merupakan lampu merah yang menandakan adanya keraguan signifikan tentang kemampuan TAXI untuk terus beroperasi.
Mengapa Harga Saham TAXI 'Nyender' di Rp 15?
Harga saham TAXI yang berada di level Rp 15 merupakan refleksi langsung dari persepsi pasar terhadap kondisi fundamental dan risiko perusahaan yang sangat tinggi:
- Kinerja Fundamental Buruk: Rentetan kerugian, pendapatan yang turun, arus kas operasi negatif, dan defisit triliunan rupiah adalah fakta yang tidak bisa diabaikan investor.
- Risiko Kelangsungan Usaha: Peringatan going concern dari auditor menjadi sentimen negatif utama yang menekan harga saham, menyiratkan potensi terburuk seperti delisting atau likuidasi.
- Sentimen Pasar Negatif: Gabungan kinerja buruk dan risiko kelangsungan usaha menciptakan skeptisisme pasar yang mendalam. Harga Rp 15 kemungkinan besar mencerminkan nilai sisa aset atau aktivitas spekulatif, bukan ekspektasi pemulihan bisnis yang solid.
Meskipun manajemen menyatakan upaya optimalisasi aset (bus pariwisata) , efisiensi biaya , dan kerjasama baru , tantangan industri yang berat dan kondisi keuangan internal membuat jalan pemulihan tampak terjal dan penuh ketidakpastian. Investor yang melirik saham ini perlu menyadari sepenuhnya risiko fundamental dan potensi downside yang ada.
-
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(gls/gls)















































