Selokan Mataram: Saluran Irigasi Warisan Sultan HB IX yang Kini Dirawat Generasi Muda Yogya

3 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Tidak semua warisan masa penjajahan Jepang menyisakan luka. Di Daerah Istimewa Yogyakarta, sebuah saluran air panjang membentang lebih dari 30 kilometer dari barat hingga timur Yogyakarta yang dibangun di tengah tekanan romusha justru menjadi simbol kecerdikan, perlindungan, dan kepedulian luar biasa dari Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk menyelamatkan rakyatnya dari kekejaman romusha di masa penjajahan Jepang. 

Republika mencoba menilik kembali sejarah tersebut. Saluran irigasi yang dikenal dengan sebutan Selokan Mataram itu mulai dibangun pada 1942 dan rampung pada 1944. Gagasan besar itu muncul dari Sultan HB IX yang mencari jalan agar rakyatnya tidak dikirim sebagai tenaga kerja paksa ke luar daerah.

Dengan dalih untuk meningkatkan hasil pertanian, kala itu Sultan mengusulkan pembangunan kanal irigasi kepada Pemerintah Militer Jepang. Usulan itu pun disetujui. Rakyat tetap harus bekerja, tetapi di tanah mereka sendiri, dan untuk hasil yang bisa mereka nikmati bersama.

"Selokan Mataram itu sebenarnya bukan peristiwa yang tiba-tiba timbul, ada sejarah panjang di dalamnya termasuk itu trik Ngarso Dalem HB IX biar rakyatnya tidak berangkat kerja rodi di zaman penjajahan Pemerintah Jepang itu," kata Dosen Sejarah UGM, Ahmad Athoillah saat dihubungi Republika, Ahad (14/9/2025).

Ia menyampaikan saluran ini adalah kelanjutan dari sejarah panjang irigasi dan pertahanan wilayah di masa kolonial. Menurutnya, Selokan Mataram sempat berjaya kembali pada masa Revolusi Hijau Orde Baru. Program swasembada beras menjadikan irigasi ini vital dalam mendukung pertanian di wilayah DIY. Namun, perubahan tata ruang membuat banyak lahan hijau menyusut dan fungsi selokan ikut bergeser.

Athoillah juga tak menepis bahwa meski penting secara sejarah dan fungsi, Selokan Mataram perlahan mulai luput dari perhatian masyarakat. Banyak bagian kanal ini berubah menjadi tempat pembuangan sampah. Di beberapa titik, aliran airnya bahkan tersumbat oleh limbah rumah tangga.

Ia menilai hal ini disebabkan karena pergeseran karakter masyarakat yang kebanyakan mengikuti pola tinggal di urban. "Kalau selokan sebelah barat sampai Mlati itu masih bersih. Tetapi ketika masuk kota, termasuk ke arah Berbah, saya rasa masyarakat sudah memiliki karakter masyarakat urban jadi agak problem," ungkapnya.

Meski begitu, ia mengapresiasi semangat untuk merawat kembali warisan ini yang belum lama ini muncul dari gagasan tangan-tangan generasi muda. Athoillah mengaku juga mengetahui adanya gerakan bersih-bersih selokan yang mulai menarik perhatian publik di media sosial.

"Saya rasa ajakan untuk memiliki selokan sebagai sebuah situs sejarah heritage itu masih kurang dan belum dilakukan. (Gerakan pemuda di wilayah Dusun Trini hingga Dusun Donokitri -Red) saya melihat itu tidak masalah, justru menjadi bagian dari memori kolektif anak-anak muda," ungkap Athoillah.

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research