REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) membentuk tim untuk melakukan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di Bali usai banjir besar melanda wilayah selatan pekan lalu. Tim ini ditugaskan langsung oleh Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq untuk mengevaluasi kondisi lingkungan, terutama di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ayung dan sejumlah DAS lain.
Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLH Rasio Ridho Sani mengatakan, langkah ini merupakan tindak lanjut rapat koordinasi antara Menteri LH, Gubernur Bali Wayan Koster, serta bupati dan wali kota.
“Dengan kajian evaluasi strategis kami bisa melihat langkah-langkah apa yang harus kami lakukan untuk berkaitan dengan penataan lingkungan di Bali termasuk di Daerah Aliran Sungai (DAS) Ayung, ada beberapa DAS lainnya,” ujarnya, Senin (15/9/2025).
Menurut Rasio, selain hujan ekstrem, berkurangnya daya tampung lingkungan memperparah banjir. Salah satu faktor utama adalah kondisi kritis DAS Ayung. Dari total 49.500 hektare hutan di sepanjang DAS tersebut, kini hanya tersisa 1.500 hektare atau sekitar 3 persen. Padahal secara ekologis minimal 30 persen kawasan DAS harus tertutup hutan.
“Setelah kami evaluasi kami melihat beberapa faktor yang menjadi penyebab terjadinya, beberapa faktor yang memperparah banjir di Bali,” katanya.
KLH bersama pemerintah daerah akan menata ulang pemanfaatan ruang, termasuk kemungkinan pembatasan pembangunan di kawasan rawan banjir. Saat ditanya soal moratorium pembangunan vila, Rasio menyebut hal itu masih dalam kajian.
“Pak Menteri kemarin sampaikan bahwa tentu akan dilakukan kajian-kajian untuk penyiapan langkah-langkah penyelamatan atau pelestarian DAS di Bali,” ujarnya.
Sebelumnya, Hanif menegaskan tiga faktor memperparah banjir Bali, yaitu curah hujan tinggi, sampah, serta hilangnya tutupan hutan. Pemerintah pusat dan daerah sepakat mengembalikan fungsi lanskap DAS agar lebih resisten terhadap bencana hidrometeorologi.
KLH menegaskan upaya serupa akan diterapkan di daerah lain yang rawan bencana, termasuk kawasan Puncak di Jawa Barat dan wilayah tambang di Kalimantan.
“Di Puncak pak Menteri sudah mendorong perubahan alih fungsi lahan, kemudian di Puncak dilakukan juga dilakukan upaya untuk Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), dengan melakukan KLHS dan juga kajian-kajian lain kan bisa membuat langkah-langkah penyelamatan daerah-daerah sungai, guna mencegah berulang kembali bencana ini akan lebih jauh lebih efektif lagi,” kata Rasio.
Pemerintah berharap kajian ini segera melahirkan rekomendasi konkret, mulai dari rehabilitasi hutan, penataan ruang, hingga pembatasan aktivitas ekonomi yang merusak daya dukung lingkungan.