Qodari soal Putusan Pemisahan Pemilu: MK Kebablasan

5 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Wakil Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Muhammad Qodari menilai Mahkamah Konstitusi (MK) telah bertindak melampaui kewenangannya soal putusan pemisahan pemilu nasional dan lokal.

"MK sangat kebablasan. Tugas MK itu menurut Pasal 24C adalah menguji undang-undang terhadap undang-undang dasar," kata Qodari saat dikonfirmasi, Sabtu (12/7).

Menurut Qodari, putusan MK yang memerintahkan agar pemilu lokal digelar dua tahun setelah pemilu nasional bertentangan dengan Pasal 22E Ayat 2 UUD 1945, yang menyatakan pemilu dilaksanakan lima tahun sekali.

Menurutnya, putusan MK juga itu menimbulkan kebuntuan konstitusi, situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Ia mengatakan di satu sisi, putusan MK bersifat final dan mengikat. Namun di sisi lain, putusan MK itu dinilai bertentangan dengan konstitusi.

"Jadi MK telah berlaku konstitusional dan itu sangat merepotkan," katanya.

Ia berpendapat MK yang seharusnya menjadi guardian of constitution justru kini menjadi destroyer of constitution.

"Makanya pada hari ini kita melihat, mau diapain ini kalau diikuti, pemerintah melanggar konstitusi, tapi kalau enggak diikutin keputusan MK bersifat final," kata Qodari.

MK sebelumnya memutuskan penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) nasional dan daerah dipisahkan dengan jeda waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun dan enam bulan.

Pemilu nasional antara lain pemilihan anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden, sementara pemilu daerah terdiri atas pemilihan anggota DPRD provinsi, DPRD kabupaten dan kota serta kepala dan wakil kepala daerah.

Kritik senada juga disampaikan Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Devi Darmawan yang menilai MK agak keluar dari kewenangannya soal putusan pemisahan pemilu nasional dan lokal.

Devi mengatakan dalam konteks ketatanegaraan, ada pembagian kekuasaan antar lembaga. Ada juga prinsip check dan balances.

"Dalam konteks checks and balances relasi antara MK dan DPR di dalam dinamika akuntabilitas politik ini, bisa kita lihat sebenarnya kalau saya menyebut bahwa sebenarnya memang dalam keputusan ini MK agak keluar dari kewenangannya," kata Devi dalam webinar yang digelar BRIN, Rabu (9/7).

"Tapi saya tidak akan membenarkan hal itu walaupun banyak yang bilang bahwa oh memang tidak apa-apa MK begitu. Tapi saya menyatakan bahwa kita punya prinsip checks and balances, kita punya division of power gitu ya," imbuh dia.

Menurut Devi, putusan yang dikeluarkan MK ini membuat kesan seolah-olah MK lebih mendominasi dalam pembuatan peraturan ke undang-undang khususnya yang terkait dengan sistem pemiluan.

Ia berharap ke depan, semua lembaga kembali pada fungsi-fungsi dan kewenangannya masing-masing.

"Hal ini perlu karena yang kita perhatikan itu tidak sekedar untuk memperbaiki sistem pemilu, tapi juga menghormati dan memperbaiki sistem ketatanegaraan kita agar betul-betul bisa sesuai dengan asas checks and balances dalam sistem pemerintahan presidensial," katanya.

(yoa/dal)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research