Jakarta, CNBC Indonesia - Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump untuk menaikkan tarif impor mobil yang tidak diproduksi di dalam negeri sebesar 25% memberi dampak bagi mitra dagangnya bahkan Indonesia.
"Apa yang akan kami lakukan adalah mengenakan tarif 25% untuk semua mobil yang tidak dibuat di Amerika Serikat. Jika mereka dibuat di Amerika Serikat, maka tidak akan dikenakan tarif sama sekali," ujar Trump dalam konferensi pers di Gedung Putih, dilansir dari AFP.
Langkah ini akan mulai berlaku pada 2 April dan berdampak pada mobil serta truk ringan yang diproduksi di luar negeri. Kebijakan ini menambah daftar tarif yang sebelumnya telah diberlakukan Trump, termasuk tarif impor dari Kanada, Meksiko, dan China, serta tarif sebesar 25% untuk baja dan aluminium.
Berdasarkan data bill of lading dan pengiriman mobil AS tahun 2024, berikut adalah 10 negara utama asal impor mobil ke AS:
Dilansir dari usimportdata.com, pada 2024, Meksiko muncul sebagai pemain utama dalam industri otomotif, menjadi mitra impor mobil terbesar ke AS dengan nilai US$49,98 miliar, yang mencakup 22,8% dari total impor mobil AS berdasarkan negara.
Dengan nilai hampir US$50 miliar, Meksiko memainkan peran penting dalam memasok kendaraan ke pasar Amerika. Kedekatan geografis dengan AS serta hubungan perdagangan yang kuat antara kedua negara menjadikan Meksiko pilihan utama bagi banyak produsen mobil.
Mengikuti di belakangnya, Jepang dan Korea Selatan menunjukkan kehadiran yang kuat di pasar otomotif AS yang masing-masing sebesar US$40,76 miliar dan US$38,02 miliar.
Pemasok otomotif Amerika yang mengalami pertumbuhan tercepat adalah Prancis (naik 59,7% dari 2023), China (naik 33,5%), Inggris (naik 33%), Afrika Selatan (naik 18,7%), dan Korea Selatan (naik 17,8%).
Sementara itu, pemasok mobil AS yang mengalami penurunan terbesar dari tahun ke tahun adalah Belgia (turun -77,5%), Italia (turun -27,7%), Kanada (turun -22,8%), dan Austria (turun -11,3%).
Tempat Produsen Mobil Membuat Mobil yang Dijual di AS
Diambil dari The Economist, Tesla secara rutin mengklaim dirinya sebagai produsen mobil paling "Amerika." Dan berdasarkan data, klaim tersebut benar setidaknya untuk mobil yang dijual di AS.
Tidak hanya 100% mobil Tesla yang dijual di Amerika diproduksi di dalam negeri, tetapi juga 60-70% komponennya bersumber dari AS.
Oleh karena itu, usulan tarif impor terhadap Kanada dan Meksiko-yang saat ini ditangguhkan hingga April-kemungkinan besar tidak akan berdampak signifikan pada Tesla.
Namun, tiga produsen mobil besar lainnya (Ford, GM, dan Stellantis) tidak bisa berkata sama. Sekitar 25-33% dari mobil yang mereka jual di AS berasal dari salah satu dari dua negara tetangga tersebut. Belum lagi suku cadang yang digunakan dalam proses manufaktur, yang semakin memperumit situasi mereka.
Dampak Kebijakan Tarif Impor Mobil
Langkah Trump untuk mengenakan tarif tinggi pada mobil impor telah lama menjadi bagian dari strategi ekonominya yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah, menghidupkan kembali industri dalam negeri, dan menekan negara lain agar memenuhi prioritas perdagangan AS.
Namun, kebijakan ini berpotensi merusak hubungan perdagangan dengan mitra utama seperti Jepang, Korea Selatan, Kanada, Meksiko, dan Jerman, yang selama ini menjadi pemasok utama kendaraan ke Amerika Serikat.
Sekitar 50% mobil yang dijual di AS diproduksi secara domestik. Dari separuh mobil impor yang masuk ke AS, sebagian besar berasal dari Meksiko dan Kanada, sementara Jepang, Korea Selatan, dan Jerman juga menjadi pemasok utama.
Center for Automotive Research memperkirakan bahwa tarif ini, termasuk tarif tambahan untuk logam dan mobil impor, dapat meningkatkan harga kendaraan hingga ribuan dolar dan berpotensi mengancam pasar tenaga kerja di sektor otomotif.
Indonesia Ikut Kena Imbasnya?
Ekonom Ciptadana Sekuritas Asia, Renno Prawira mengatakan bahwa saat ini, ekspor mobil Indonesia ke AS masih kecil, sehingga dampak langsungnya tidak signifikan. Namun hal ini dapat berpengaruh melalui dinamika rantai pasok global, khususnya di sektor baja dan otomotif.
"Tarif tinggi ini dapat menekan ekspor mobil dari Jepang, Korea Selatan, dan Uni Eropa ke AS, sehingga permintaan baja di negara-negara tersebut bisa menurun. Jika produksi baja mereka turun, ini bisa berimbas pada permintaan bahan baku baja dari Indonesia, seperti bijih nikel dan baja olahan," papar Renno.
Sementara itu, Ekonom Senior INDEF, Tauhid Ahmad mengatakan bahwa dengan kebijakan tarif impor yang dinaikan, hal ini dapat menganggu pasar di AS (harga mobil di AS akan mengalami kenaikan). Sedangkan bagi Indonesia sendiri, ada kemungkinan terjadi penurunan permintaan baja.
Rantai pasok tersebut bisa merambah melalui permintaan nikel hingga batu bara sebagai sumber energi bagi pabrik.
Lebih lanjut, Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis (LPEM FEB) Universitas Indonesia, Kiki Verico mengungkapkan bahwa sentimen ini kemungkinan dapat berdampak terhadap beberapa negara khususnya untuk Asia Timur dan Asia Tenggara.
Ia menegaskan bahwa kemungkinan dampak ekspor otomotif di pasar AS dari Jepang, Korea Selatan, China, Thailand, Vietnam, Indonesia.
Lebih lanjut, kemungkinan ekspor baja di pasar AS yang terdampak yakni dari China, Korea Selatan, Jepang, Vietnam, Thailand, Malaysia, Indonesia.
Data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) menunjukkan bahwa ekspor besi dan baja (HS 72) per 2024 sebesar US$25,8 miliar atau turun sekitar US$0,9 miliar jika dibandingkan dengan 2023 yang sebesar US$26,7 miliar.
Bahkan jika dilihat lebih jauh, telah terjadi penurunan ekspor besi dan baja per Januari 2025 dibandingkan Januari 2024 sebesar 7,63%.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)