Pengelolaan Sampah Tangsel Dinilai Belum Optimal, Ini Catatan Pakar Kesehatan Masyarakat UMJ

3 hours ago 2

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Pengelolaan sampah di Kota Tangerang Selatan (Tangsel) masih menjadi persoalan serius yang berdampak langsung pada kesehatan masyarakat. Meskipun regulasi telah disusun dan menunjukkan adanya komitmen dari pemerintah daerah.

Kondisi ini berpotensi meningkatkan risiko penyakit berbasis lingkungan.

Penumpukan sampah dan genangan air dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk penyebab demam berdarah, sementara praktik pembakaran sampah terbuka berisiko menimbulkan gangguan pernapasan.

Pada kesempatan ini, pakar dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jakarta (FKM UMJ) Dr Ernayasih, SKM, MKM membahas kebijakan pengelolaan sampah di Kota Tangerang Selatan.

Kebijakan Sudah Baik, Implementasi Masih Lemah

Kebijakan pengelolaan sampah di Kota Tangsel secara regulasi telah menunjukkan komitmen yang baik dari pemerintah daerah. Namun, pada tahap implementasi masih terdapat kesenjangan yang cukup serius antara kebijakan dan praktik di lapangan.

“Masih ditemukannya penumpukan sampah di TPS pinggir jalan akibat keterbatasan armada pengangkut serta rendahnya kepatuhan masyarakat dalam memilah sampah dari rumah menunjukkan lemahnya implementasi kebijakan,” ujarnya dalam keterangan Selasa (23/12/2025).

Ancaman Penyakit Berbasis Lingkungan

Kondisi pengelolaan sampah yang belum optimal tersebut berpotensi menimbulkan berbagai dampak kesehatan masyarakat. Penumpukan sampah dan genangan air menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti yang memicu peningkatan kasus demam berdarah, terutama saat musim hujan.

Selain itu, praktik pembakaran sampah terbuka yang masih sering terjadi berisiko menimbulkan gangguan pernapasan seperti ISPA, khususnya pada kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia.

Kelompok masyarakat berpenghasilan rendah yang tinggal di kawasan padat penduduk atau di sekitar tempat penampungan sampah sementara (TPS) dinilai lebih rentan terhadap paparan lingkungan tidak sehat. Kondisi tersebut dapat memicu berbagai penyakit, seperti diare dan infeksi saluran pernapasan.

Pentingnya Kolaborasi Lintas Sektor

Pentingnya kolaborasi lintas sektor yang terpadu dan berkelanjutan. Dinas Lingkungan Hidup berperan dalam pengelolaan teknis sampah, Dinas Kesehatan memantau dampak penyakit, sektor pendidikan menanamkan nilai kepedulian lingkungan sejak dini, dan sektor swasta berkontribusi melalui inovasi pengelolaan sampah.

Partisipasi aktif masyarakat menjadi faktor penentu keberhasilan pengelolaan sampah. Keberadaan bank sampah di tingkat RW dan kelurahan di Tangsel menjadi contoh nyata bagaimana pemilahan sampah dari sumber mampu mengurangi volume sampah, memberikan manfaat ekonomi, serta menurunkan risiko penyakit berbasis lingkungan.

“Dari perspektif kesehatan masyarakat, lingkungan yang bersih akan menurunkan risiko penyakit. Perubahan perilaku masyarakat merupakan kunci keberhasilan kebijakan,” jelasnya.

Evaluasi dan Rekomendasi Kebijakan

Evaluasi utama terhadap kebijakan pengelolaan sampah saat ini adalah masih lemahnya pengawasan serta indikator keberhasilan yang terlalu berfokus pada aspek teknis, seperti jumlah sampah yang terangkut, bukan pada penurunan risiko penyakit dan peningkatan kualitas hidup masyarakat.

“Keberhasilan kebijakan seharusnya diukur dari dampaknya terhadap kesehatan dan kualitas hidup warga,” tegasnya.

Ia merekomendasikan pemerintah daerah untuk memperkuat edukasi kesehatan lingkungan berbasis komunitas, menyediakan fasilitas pemilahan sampah yang memadai, mengintegrasikan indikator kesehatan dalam evaluasi kebijakan, serta memanfaatkan pendekatan nilai keagamaan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.

“Pengelolaan sampah yang tidak optimal akan berdampak lintas generasi, menurunkan kualitas hidup, dan bertentangan dengan nilai keislaman dalam menjaga kehidupan dan kesejahteraan umat,” pungkasnya.

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research