Cerita Mereka yang Menanti Fajar Bantuan Kesra

3 hours ago 3

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pagi itu, area parkir belakang Kantorpos KCU Yogyakarta mulai dipadati warga yang datang dari berbagai penjuru kota. Dengan membawa undangan dari RT atau kelurahan serta KTP di tangan, terselip harapan sederhana agar proses pencairan Bantuan Langsung Tunai Sementara Kesejahteraan Rakyat (BLTS Kesra) berjalan tanpa kendala. Sejak fajar menyingsing hingga matahari meninggi, warga bergantian datang mengikuti jadwal yang telah disusun rapi agar suasana tetap tertib.

Penyaluran BLTS Kesra 2025 di Yogyakarta merupakan bagian dari misi distribusi bantuan nasional yang dijalankan pemerintah melalui Kementerian Sosial RI. Dalam program ini, PT Pos Indonesia (Persero) atau PosIND kembali mengemban amanah sebagai mitra penyalur resmi. Sasarannya adalah jutaan keluarga rentan di seluruh pelosok negeri, demi menjaga daya beli dan membantu meringankan beban kebutuhan pokok rumah tangga.

Menyalurkan Amanah Secara Presisi

Deputy EGM Kantorpos KCU Yogyakarta, Ngadirin, menjelaskan bahwa posisi Pos Indonesia sangat strategis sebagai jurubayar yang memastikan bantuan mendarat di tangan yang tepat. Segala langkah dilakukan sesuai prosedur ketat yang telah digariskan pemerintah untuk menjamin akuntabilitas setiap rupiah yang disalurkan.

“Peran PT Pos Indonesia yaitu untuk menyalurkan bantuan kesejahteraan rakyat yang bersumber dari Kementerian Sosial,” ujar Ngadirin dengan tegas.

Data yang disiapkan oleh Kementerian Sosial, lanjut Ngadirin, melalui proses validasi berjenjang di kantor pusat sebelum dananya disiapkan secara matang oleh pihak kementerian.

Ngadirin pun merinci tahapan panjang yang harus dilalui, mulai dari pengolahan data mentah hingga proses pembayaran di lapangan yang melibatkan sistem digital terintegrasi.

“Setelah data siap, diproses menjadi data Danom dan SP, lalu dikloning ke sistem CoreGiroSystem. Data tersebut kemudian diunduh oleh KCU untuk dicetak bersama daftar By Name By Address (BNBA). Bagian keuangan selanjutnya menyiapkan dana sesuai jumlah KPM dikalikan Rp900 ribu,” papar Ngadirin.

Langkah krusial berikutnya adalah menjalin koordinasi yang erat dengan pihak pemerintah daerah setempat.

“Kami bersinergi dengan dinas sosial provinsi maupun kabupaten/kota untuk menyusun jadwal. Kami juga menyiapkan tenaga verifikator, jurubayar, hingga kesediaan uang tunai di setiap titik salur agar saat hari pelaksanaan, dana bisa langsung diterima KPM,” lanjutnya.

Ngadirin menekankan bahwa prinsip ketepatan sasaran adalah harga mati dalam operasional penyaluran ini.

“Tepat sasaran itu sesuai SOP. KPM harus memenuhi kriteria yang ada, dan saat proses penyaluran pun tetap dilakukan verifikasi ulang oleh aparat desa atau kecamatan untuk memastikan identitas penerima,” tambahnya.

Manajemen antrean juga menjadi prioritas utama guna menghindari kerumunan yang tidak nyaman bagi warga. Penyaluran pun dipecah melalui sistem penjadwalan per wilayah.

“Jika satu desa jumlah penerimanya sedikit, kami kelompokkan per dusun. Jam pengambilan pun diatur sedemikian rupa. Di KCU Yogyakarta sendiri, penyaluran disebar ke kantor pos cabang agar penumpukan massa bisa terurai,” jelasnya.

Tak lupa, Ngadirin mengimbau agar warga disiplin menepati jadwal yang sudah tercantum dalam surat undangan. “Kami mohon KPM bisa hadir sesuai waktu yang ditentukan. Namun, bagi lansia, penyandang disabilitas, atau warga yang sedang sakit, mohon segera diinformasikan agar tim kami bisa memberikan pelayanan khusus,” tutup Ngadirin.

Antara Biaya Sekolah dan Kebutuhan Dasar

Bagi sebagian besar keluarga penerima manfaat di Yogyakarta, dana BLTS Kesra ini menjadi penyelamat bagi keberlangsungan pendidikan anak-anak mereka. Muslika Nur Hidayah, warga Karangwaru Lor, Tegalrejo, menceritakan pengalamannya saat didatangi petugas untuk proses verifikasi sebelum akhirnya menerima undangan pencairan.

“Beberapa waktu lalu rumah saya didatangi, disurvei, dan ditanya-tanya secara mendalam. Hari ini akhirnya bisa mengambil bantuan, Alhamdulillah prosesnya sangat lancar,” ungkapnya penuh syukur.

Uang sebesar Rp900.000 yang ia terima sudah memiliki "pos" peruntukannya sendiri dalam catatan rumah tangganya. “Rencananya uang ini untuk melunasi biaya sekolah anak. Kebetulan anak saya masih TK dan sebentar lagi mau terima rapor, jadi memang ada kewajiban administrasi yang harus diselesaikan,” aku Muslika.

Ia pun tak segan memuji keramahan petugas Kantorpos Yogyakarta yang membuatnya merasa dihargai sebagai warga.

“Petugas di sini melayani dengan sangat baik. Terima kasih kepada kantor pos yang telah menjadi mitra bagi masyarakat kecil seperti kami,” ucapnya tulus.

Muslika berharap program kemanusiaan semacam ini dapat terus berlanjut di masa depan dengan akurasi data yang semakin baik. “Semoga bantuan ini tetap ada karena sangat terasa manfaatnya, dan semoga ke depannya penerimanya benar-benar mereka yang paling membutuhkan,” pungkas Muslika.

Menopang Hidup di Tengah Ketidakpastian

Cerita lain datang dari Suranto, seorang buruh harian lepas yang hidupnya bergantung pada kerja serabutan. Baginya, proses birokrasi di Kantorpos terasa sangat memudahkan masyarakat kecil.

“Proses pengambilannya mudah dan cepat. Saya ingat dulu memang sempat didata dan ditanya mengenai detail pekerjaan saya,” kenangnya.

Dana Rp900.000 tersebut akan ia manfaatkan untuk menambal berbagai kebutuhan pokok yang kian mendesak. “Ini untuk keperluan makan sehari-hari, bayar listrik, hingga perlengkapan sekolah anak saya yang sekarang sudah duduk di kelas 3 SMK,” tuturnya.

Suranto membandingkan pengalamannya saat mengambil bantuan di tempat lain dengan ketertiban yang ia rasakan di Kantorpos kali ini. “Kalau di lingkungan sekitar terkadang tempatnya terbatas sehingga terasa lama. Di Kantorpos ini rasanya jauh lebih terorganisir dan mudah,” akunya.

Ia pun menyisipkan doa agar kebijakan bantuan ini terus dipertahankan oleh pemerintah.

“Semoga diperpanjang terus, karena bantuan ini benar-benar menjadi tumpuan kami,” tutup Suranto.

Kisah menyentuh juga datang dari Sapari, atau yang akrab disapa Heri, seorang kakek yang kini berjuang membesarkan cucunya seorang diri.

“Cucu saya sekarang kelas 6 SD. Dia sudah saya asuh sejak ibunya meninggal dunia saat usianya masih dua tahun tujuh bulan,” ceritanya dengan suara lirih. Heri mengenang kembali berbagai bantuan yang pernah ia terima, yang menurutnya sangat membantu di masa-masa sulit.

“Dulu pernah dapat beras 5 kilo, pernah juga uang 300 ribu atau 400 ribu. Sekarang dapat 900 ribu, rasanya sangat melegakan,” cerita Sapari.

Rencananya, bantuan kali ini akan dialokasikan untuk kebutuhan pakaian sang cucu dan keperluan dapur keluarga. Ia merasa senang karena proses kali ini tidak menguras tenaga.

“Penyaluran lewat kelurahan atau kantor pos sekarang lebih enak. Tidak ada lagi penumpukan massa yang berlebihan seperti pasar tumpah.”

Harapan Heri sebenarnya sangat bersahaja, yakni tentang martabat seorang kepala keluarga. “Harapan saya cuma ingin terus bisa bekerja dan punya penghasilan, supaya ekonomi keluarga kecil saya bisa terus berputar,” ucapnya penuh harap.

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research