- Pasar keuangan Indonesia berakhir beragam, IHSG melemah sementara rupiah menguat
- Wall Street akhirnya kompak menguat
- Data ekonomi China, inflasi, neraca dagang hingga PMI akan menggerakkan pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air tidak berjalan seirama. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berada di zona merah, sementara rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) justru menguat. Sentimen government shutdown atau penutupan pemerintahan AS berhasil mendorong laju rupiah terhadap dolar AS.
Diperkirakan IHSG akan berada di zona positif, dikarenakan penurunan pada perdagangan sebelumnya tidak didorong oleh sentimen negatif apapun, hanya aksi taking profit. Sementara rupiah berpeluang kembali menguat usai gejolak pemerintah di AS.
Masih terdapat beberapa rilis data ekonomi yang dapat mendorong volatilitas perdagangan. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman empat.
IHSG pada perdagangan kemarin, Selasa (30/9/2025) ditutup melemah 0,77% di level 8.061,06. Penurunan ini mendorong IHSG meninggalkan level psikologis 8.100.
Sebanyak 410 saham turun, 304 naik, dan 243 tidak bergerak. Nilai transaksi mencapai Rp 27,32 triliun. Sebanyak 55,22 miliar saham berpindah tangan dalam 2,54 juta kali transaksi. Kapitalisasi pasar pun merosot menjadi Rp 14.890 triliun. Asing mencatat net sell besar sebesar Rp 1,7 triliun.
Mengutip Refinitiv, utilitas, finansial, dan teknologi anjlok menjadi sektor yang turun paling dalam. Utilitas merosot 2,79%, finansial 1,37%, dan teknologi 0,95%.
Sektor utilitas koreksi seiring dengan penurunan saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) sebesar 3,1% ke level 9.375. BREN menjadi satu kontributor terbesar terhadap penurunan IHSG dengan 11,43 indeks poin.
Kemudian dari sektor finansial, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) menjadi saham bank jumbo yang memberatkan indeks pada perdagangan kemarin. BBRI menyumbang -13,25 indeks poin. BBCA dan BBNI berkontribusi, masing-masing, -10,75 indeks poin dan -2,5 indeks poin.
Sementara itu, pada perdagangan kemarin sejumlah saham mencatat transaksi jumbo. Sebanyak 5,76 miliar saham PT Mega Manunggal Property Tbk (MMLP) pada sesi I berpindah tangan. Total nilai transaksi tersebut mencapai Rp 3,35 triliun dengan harga rata-rata Rp 581.
Sebagai informasi total saham pengendali di MMLP sebanyak 3.391.869.858 (49,24%), sedangkan saham non-pengendali sebanyak 3.497.264.750 (50,77%).
Dengan demikian, jumlah saham yang berpindah dalam transaksi nego tersebut mencapai 83,67% dari total saham perusahaan.
Berdasarkan pantauan CNBC Indonesia, kendati IHSGS koreksi, sejumlah saham masih menjadi incaran investor. Rukun Raharja (RAJA) melesat 14,86% ke level 3.170 dengan nilai transaksi Rp 792,6 miliar.
Lalu PT Sinergi Inti Andalan Prima Tbk (INET) mencatat nilai transaksi Rp 704,3 miliar. Saham INET naik 3,52% ke level 294 kemarin.
Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Selasa (30/9/2025) kembali menguat ke posisi Rp16.660/US$ atau terapresiasi 0,03%. Penguatan ini memperpanjang tren kenaikan rupiah terhadap dolar AS selama tiga hari beruntun.
Penguatan rupiah pada perdagangan kemarin masih sangat dipengaruhi oleh melemahnya indeks dolar AS (DXY).
Indeks dolar AS melemah seiring dengan kekhawatiran pelaku pasar terhadap adanya potensi government shutdown atau penutupan pemerintahan pada Rabu (1/10/2025). Penutupan ini terjadi akibat dari kebuntuan politik di Washington, di mana Presiden Donald Trump dan Partai Demokrat gagal mencapai kesepakatan anggaran menjelang tenggat waktu pendanaan.
Kondisi ini menimbulkan ketidakpastian fiskal di AS yang berimbas pada tekanan terhadap greenback. Investor cenderung mengurangi eksposur pada dolar AS dan beralih ke aset lain, sehingga memberi ruang bagi rupiah untuk menguat.
Dari sisi domestik, kepercayaan terhadap prospek perekonomian Indonesia juga menjadi faktor penting yang menopang rupiah.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan keyakinannya bahwa investor asing akan kembali masuk apabila sinyal kebijakan pemerintah dipahami dengan baik oleh pasar.
"Kalau investor tahu saya enggak main-main memperbaiki ekonomi Indonesia dan ke depan ekonomi Indonesia betul-betul akan membaik, harusnya sih mereka akan masuk ke sini. Karena investor masuk ke sini untuk ikut menikmati kue ekonomi, bukan untuk membangun,adi kalau prospek ekonominya bagus, biasanya mereka masuk," tegasnya.
Purbaya pun optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia akan lebih kuat pada kuartal IV-2025, seiring kombinasi kebijakan fiskal ekspansif dan moneter longgar. Ia bahkan memproyeksikan pertumbuhan bisa menembus di atas 5,5% (yoy).
"Ke depannya saya yakin triwulan yang ketiga mungkin agak lambat karena waktu kecewaan kan. Tapi triwulan keempat saya yakin pertumbuhannya akan lebih bagus dibanding tiruan-tiruan sebelumnya," ujarnya.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Selasa (30/9/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun turun 0,08% di level 6,23%.
Sebagai informasi, imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN). Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).
Pages