Jakarta, CNBC Indonesia - Sekurangnya tujuh merek fast fashion global tercatat sebagai penyumbang utama pencemaran lingkungan, mulai dari limbah tekstil, emisi karbon, hingga limbah air. Industri ini memproduksi hingga 92 juta ton limbah tekstil setiap tahun, dan jumlahnya diperkirakan melonjak menjadi 134 juta ton pada 2030.
Selain itu, fast fashion juga menyumbang sekitar 10% emisi karbon global dan 20% limbah air dunia. Meski beberapa merek mengeklaim telah menerapkan praktik berkelanjutan, laporan terbaru yang melansir Earth.org, pada Senin (19/5/2025) mengungkap, tujuh perusahaan fast fashion global berikut masih berkontribusi besar terhadap pencemaran lingkungan.
1. ZARA
Raksasa fashion asal Spanyol ini dikenal sebagai pelopor fast fashion. Dengan lebih dari 450 juta produk per tahun, Zara memiliki salah satu tingkat pergantian desain tercepat di dunia.
Meski berkomitmen menggunakan material berkelanjutan dan menargetkan netral karbon pada 2040, rantai pasok Zara tetap memiliki jejak karbon tinggi dan belum menunjukkan upaya nyata memperlambat laju produksinya.
2. H&M
Sebagai peritel fesyen terbesar kedua di dunia, H&M telah lama dikritik karena limbah tekstilnya yang masif dan dugaan pelanggaran hak pekerja. Meski telah meluncurkan koleksi "Conscious" dan program daur ulang, praktik keberlanjutannya dinilai masih minim transparansi, dan sebagian pihak menuding H&M melakukan greenwashing.
3. Forever 21
Perusahaan asal AS ini banyak memproduksi pakaian dari serat sintetis yang tidak dapat terurai atau didaur ulang. Investigasi menunjukkan pekerja garmen hanya dibayar US$4 per jam, jauh di bawah upah minimum. Forever 21 juga belum menandatangani Bangladesh Accord, sebuah inisiatif keselamatan kerja di industri garmen.
4. Uniqlo
Meski populer karena harga terjangkau, Uniqlo masih menggunakan banyak material sintetis seperti rayon dan poliester yang memperparah polusi mikroplastik. Uniqlo juga tercatat pernah menahan pembayaran pesangon senilai US$5,5 juta kepada pekerjanya di Indonesia. Meskipun ada program donasi pakaian, laporan menunjukkan target pengurangan karbonnya belum transparan.
5. Shein
Dikenal luas di kalangan Gen Z, Shein merilis ratusan produk baru setiap hari dan menjual lebih dari 36 juta pon pakaian per tahun. Perusahaan ini kerap dituding melanggar hak cipta, mencatut desain brand lain, dan menyesatkan publik soal kondisi pabrik. Upaya keberlanjutannya seperti kampanye "Our Planet" dinilai masih sangat minim dan tanpa komitmen jelas terhadap bahan ramah lingkungan.
6. Mango
Mango menjadi sorotan usai terlibat dalam tragedi runtuhnya pabrik di Bangladesh pada 2013 yang menewaskan lebih dari 1.000 orang. Meski kini menggunakan 44% material berkelanjutan, Mango belum menetapkan target pengurangan emisi dalam rantai pasoknya.
7. ASOS
ASOS menambah lebih dari 7.000 produk baru setiap minggu, dengan kualitas yang sering dipertanyakan konsumen. Meski sempat berjanji mengurangi emisi karbon pada 2020, laporan menyebut belum ada bukti nyata mengenai kemajuan atau inisiatif pengurangan penggunaan air dalam rantai produksinya.
(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini: