Mahasiswa doktoral Princeton, Lin Du, menguji elektrolisis hidrogen menggunakan air limbah daur ulang/Bumper DeJesus/Princeton University.Dalam sebuah terobosan yang dapat membuat energi bersih lebih praktis dan terjangkau, para peneliti di Universitas Princeton telah menemukan cara untuk menggunakan air limbah yang telah diolah —alih-alih air minum bersih— untuk menghasilkan bahan bakar hidrogen.
Penemuan ini dapat memangkas biaya pengolahan air hampir setengahnya dan menjadikan hidrogen sebagai sumber energi yang lebih berkelanjutan untuk industri seperti produksi baja dan pupuk.
Studi yang dipublikasikan di Water Research ini dipimpin oleh Profesor Z. Jason Ren dari Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Princeton dan Pusat Energi dan Lingkungan Andlinger.
Ren menjelaskan bahwa produksi hidrogen saat ini bergantung pada air murni dalam jumlah besar, yang mahal dan bersaing dengan pasokan air tawar lokal.
“Setiap kota memiliki instalasi pengolahan air limbah,” katanya. “Itu adalah sumber air terbarukan yang terdistribusi yang dapat menggerakkan ekonomi hidrogen.”
Hidrogen dapat diproduksi dengan berbagai cara. Saat ini, sebagian besar hidrogen di Amerika Serikat adalah "hidrogen biru", yang diproduksi dari gas alam dengan beberapa emisi karbon ditangkap dan disimpan di bawah tanah.
Pilihan yang lebih bersih adalah "hidrogen hijau", yang menggunakan listrik dari sumber terbarukan seperti angin atau matahari untuk memecah air menjadi hidrogen dan oksigen melalui elektrolisis.
Namun, elektrolisis biasanya membutuhkan air ultramurni, sehingga menambah biaya dan penggunaan energi untuk pemurnian.
Tim Ren bertanya-tanya apakah air limbah yang telah diolah—yang sudah cukup bersih untuk digunakan kembali untuk irigasi atau pendinginan industri—dapat menggantikan air murni dalam prosesnya.
Upaya sebelumnya untuk menggunakan air limbah gagal karena elektroliser, mesin yang memecah air, dengan cepat kehilangan efisiensinya.
Untuk mengetahui alasannya, mahasiswa Ph.D. Lin Du dan rekan-rekannya melakukan eksperimen terperinci menggunakan air murni dan air daur ulang dalam elektroliser membran pertukaran proton.
Mereka menemukan bahwa mineral yang umum ditemukan dalam air limbah, seperti kalsium dan magnesium, menyumbat membran elektroliser—sama seperti penumpukan mineral yang menyumbat keran rumah tangga.
Ion-ion ini menempel di permukaan, mencegah aliran ion hidrogen dan mematikan sistem.
Para peneliti menemukan solusi sederhana namun efektif: menambahkan sedikit asam sulfat ke dalam air.
Hal ini membuat air sedikit asam, menciptakan ion hidrogen ekstra yang mengungguli kalsium dan magnesium.
Dengan penyempurnaan ini, sistem berjalan lancar selama lebih dari 300 jam tanpa penurunan kinerja.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan air limbah daur ulang dapat menurunkan biaya pengolahan air untuk produksi hidrogen sebesar 47% dan penggunaan energi sekitar 62%.
Lebih baik lagi, asam tersebut didaur ulang di dalam sistem, sehingga tidak menghasilkan limbah tambahan.
Tim Ren kini bekerja sama dengan mitra industri untuk menguji metode ini dalam skala yang lebih besar, termasuk menjajaki kemungkinan penggunaan air laut yang telah diolah sebelumnya.
“Kami menggabungkan riset teknis yang mendalam dengan analisis gambaran besar untuk menjadikan produksi hidrogen hemat biaya dan berkelanjutan,” kata Ren.
“Ini bisa menjadi langkah kunci menuju masa depan energi yang lebih bersih.”

3 hours ago
2














































