REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di balik kemudi Volkswagen ID. Buzz berwarna putih kuning itu, ada sosok Rainer Zietlow, pria Jerman berusia 56 tahun yang telah menghabiskan separuh hidupnya menjelajahi dunia lewat jalan raya. Baginya, setiap kilometer bukan sekadar angka, tapi cerita tentang ketekunan, rasa ingin tahu, dan keyakinan bahwa masa depan mobilitas bisa lebih bersih tanpa kehilangan makna petualangan.
Perjalanan terbarunya, ID. Buzz World Tour, dimulai dari Hannover, Jerman, pada 1 Juli 2025. Bersama dua rekannya, ia akan menempuh jarak lebih dari 80 ribu kilometer melintasi 75 negara di lima benua. Tujuannya sederhana tapi menantang, yakni membuktikan bahwa kendaraan listrik bisa melintasi dunia tanpa kehilangan semangat eksplorasi yang dulu melekat pada VW klasik.
Tidak ada kode iklan yang tersedia.Zietlow bukan orang baru dalam dunia ekspedisi otomotif. Sejak 2005, pendiri Challenge4 GmbH ini sudah delapan kali mencatat rekor dunia Guinness, mulai dari menaklukkan puncak tertinggi di Cile hingga melintasi ribuan kilometer di Amerika Serikat. Namun, perjalanan kali ini terasa berbeda.
“Sekarang bukan hanya soal kecepatan atau jarak, tapi tentang perubahan cara pandang terhadap mobilitas,” katanya.
Tantangan terbesar datang bukan dari cuaca ekstrem atau medan berat, melainkan dari listrik itu sendiri. Mobil ID. Buzz miliknya menggunakan sistem pengisian CCS2, standar Eropa yang tidak berlaku di banyak negara. “Tidak ada pengisian daya yng sama di China, Jepang, atau Amerika,” ujarnya.
Solusinya, ia mencari dealer Volkswagen di setiap negara, mengisi daya lewat koneksi kabel tiga fase selama dua jam, dan kembali ke jalan.
Di balik logistik yang rumit, selalu ada kisah kecil yang membekas. Seperti ketika ia harus memesan feri enam bulan sebelumnya untuk menyeberangi Laut Kaspia, yang menjadi pengingat bahwa di balik rencana besar, kesabaran tetap kunci. Atau saat ia berjuang menavigasi jalanan China dengan bantuan penerjemah, karena tak satu pun huruf di papan jalan yang bisa ia baca.
“China punya aksara sendiri yang berbeda, jadi saya harus ditemani penerjemah dan teknisi selama berada di sana yang jumlahnya empat orang,” tuturnya.
Indonesia menjadi salah satu persinggahan paling berkesan dalam perjalanan ini sebelum lanjut ke Australia. Bukan hanya karena keindahan rutenya, tetapi juga karena kenangan lama. Tiga belas tahun lalu, Zietlow pernah melintasi negeri ini dalam ekspedisi dari Australia menuju Rusia dengan VW Touareg. Kini ia kembali, kali ini dengan mobil tenaga listrik.
“Rasanya seperti pulang, tapi dengan versi masa depan,” ujarnya.

4 hours ago
1















































