Setelah Rebalancing, IHSG Berisiko Garing: Rekor Tinggal Kenangan?

5 days ago 7

  • Pasar keuangan Indonesia ambruk berjamaah pada perdagangan kemarin, IHSG dan rupiah sama-sama melemah
  • Wall Street akhirnya rebound setelah ambruk pada hari sebelumnya
  • Dampak rebalancing MSCI dan data ekonomi global menjadi penggerak sentimen pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ambruk berjamaah pada perdagangan kemarin sekaligus mengakhiri catatan luar biasa pada hari sebelumnya. Bursa saham dan rupiah melemah sementara obligasi dilepas investor.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih akan menghadapi tekanan pada hari ini. Selengkapnya mengenai proyeksi sentimen hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin, Selasa (26/8/2025) ditutup melemah setelah sempat parkir di zona hijau pada sesi pertama. IHSG turun 21,15 poin atau 0,27% ke level 7.905,76.

Sebanyak 266 saham naik, 393 turun, 145 tidak bergerak. Nilai transaksi tergolong sangat ramai atau mencapai Rp 45,8 triliun. Sebanyak 56,64 miliar saham berpindah tangan dalam 2,36 juta kali transaksi. Investor asing mencatat net buy sebesar Rp 2,38 triliun.

Ramainya perdagangan kemarin terjadi baik di pasar negosiasi dan tunai maupun pasar reguler, yang mana kemarin menjadi hari perdagangan terakhir (cutoff) sebelum rebelancing MSCI resmi berlaku efektif besok, 27 Agustus 2025. Artinya banyak pemilik dana yang merotasi kepemilikan aset dan memindahkan dananya dari satu saham ke saham yang lain.

Mayoritas sektor perdagangan bergerak di zona merah, dengan penguatan terbesar dicatatkan oleh sektor energi dan kesehatan. Sementara itu, koreksi paling dalam terjadi di sektor properti dan barang baku.

Saham emiten blue chip tercatat menjadi pemberat kinerja IHSG kemarin. PT Bank Central Asia (BBCA) yang sahamnya turun 2,65% ke Rp 8.250 per saham dan membebani kinerja indeks hingga 16,06 indeks poin.

PT Amman Mineral International Tbk (AMMN) yang melemah 5% ke Rp 8.075 per saham dengan kontribusi pelemahan indeks 13,31 poin.

Sementara itu, saham konglomerat tercatat menjadi penopang IHSG yang mampu menahan IHSG terjun lebih dalam.

Saham emiten tambang Grup Sinar Mas, Dian Swastatika Sentosa (DSSA), naik 13,4% ke Rp 90.575 per saham dengan kontribusi 41 indeks poin.

Emiten data center milik kongsi Toto Sugiri dan Grup Salim, DCI Indonesia (DCII), yang sahamnya naik 0,52% ke RP 321.875 per saham dengan kontribusi penguatan 1,8 indeks poin.

Lalu ada juga emiten tambang batu bara Prajogo Pangestu yakni PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN), emiten tambang batu bara Boy Thohir (AADI) hingga saham properti Hary Tanoe (KPIG) menjadi penopang kinerja IHSG kemarin.

Dari pasar mata uang, nilai tukar rupiah ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Melansir dari Refinitiv, mata uang garuda pada perdagangan Selasa (26/8/2025) ditutup terdepresiasi sebesar 0,25% di posisi Rp16.290/US$. Hal ini sekaligus melanjutkan tren pelemahan rupiah sejak 14 Agustus, dimana rupiah hanya berhasil menguat pada perdagangan Senin (25/8/2025) dengan apresiasi sebesar 0,52% di level Rp16.250/US$.

Tekanan terhadap rupiah  tidak lepas dari dinamika politik dan kebijakan moneter di Negeri Paman Sam. Dolar AS sempat terkoreksi tipis setelah mencatat penguatan harian terbesar sepanjang Agustus pada awal pekan ini.

Pelemahan rupiah seiring dengan pasar keuangan global yang tengah mencermati gejolak di bank sentral AS menyusul langkah Presiden Donald Trump yang secara sepihak menyatakan pemecatan Gubernur bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed), Lisa Cook, dengan tuduhan penyalahgunaan fasilitas pinjaman hipotek.

Dari pasar obligasi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun menguat tipis ke 6,35% pada Selasa kemarin, dari 6,32%. Kendati menguat, imbal hasil masih di level terendah dua tahun.

Imbal hasil yang mulai menanjak menandai investor mulai melepas SBN sehingga harganya melemah dan imbal hasil naik.

Pages

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research