Review Fujifilm X Half, Kamera Unik Berorientasi Vertikal

1 day ago 8

Jakarta -

Biasanya, hasil foto kamera berorientasi landscape/horizontal, tapi kamera Fujifilm X-Half ini orientasinya vertikal. Pasalnya, kamera ini terinspirasi dari desain kamera half frame di era kamera analog. Saat itu, kamera half frame dikembangkan supaya fotografer lebih hemat, satu rol film isi 24 bisa untuk memotret 48 frame. Tapi Fujifilm X half ini bukan kamera film. X Half adalah kamera digital yang memiliki image sensor ber-type 1 inci yang ditata secara vertikal dengan aspek rasio tiga banding empat. Lensanya fix, 10,8mm f/2.8 ekuivalen dengan 32mm di format 35mm/full frame.

Desain kamera Fujifilm X Half berukuran compact dan ringan, panjangnya 10,5 cm, dan beratnya hanya 240 gram, sudah termasuk baterai. Bahan kamera sebagian besar dari plastik dengan aksen logam di beberapa bagian. Saat memegangnya terasa ringan tapi tidak terasa kamera murahan.

Fujifilm X-HalfFujifilm X-Half Foto: Dok Enche Tjin

Sekilas, kamera ini sangat mirip dengan kamera film dari tahun 70-an. Desainnya tidak mencolok. Fotografer yang menggunakannya tidak terlihat seperti wartawan atau profesional, lebih seperti turis yang hobi memotret. Kamera ini dilengkapi dengan jendela bidik optik di bagian kiri atas. Jendela bidik di kamera ini bukan untuk dekorasi saja, tapi menyenangkan dan efektif untuk digunakan terutama saat memotret di kondisi cahaya yang sangat terang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penggunaan image sensor type 1 inch dengan resolusi 18 Megapixel agak disayangkan, karena kualitasnya di bawah kamera Fujifilm X pada umumnya. Sehingga kualitas di ISO tinggi lebih banyak noisenya, tapi ketajaman dan detailnya masih sangat bagus di kondisi cahaya yang cukup.

Fujifilm X half menawarkan berbagai fitur yang identik dengan kamera analog. Salah satunya yaitu membuat foto 2 in 1 atau diptych. Caranya menggabungkan dua foto dalam satu file adalah dengan cara memotret, mengokang (memutar winder) dan kemudian memotret lagi. Kamera otomatis akan menggabungkan kedua foto menjadi satu. Urutan foto secara default adalah yang pertama diambil di sebelah kanan. Kita bisa atur posisinya dengan mengokang windernya. Jika ingin menggabungkan dua foto yang dibuat tidak berturut-turut, harus menggunakan aplikasi dari Fujifilm yang namanya sama dengan kamera ini (X half).

Fujifilm X-HalfHasil foto. Foto: Dok Enche Tjin

Fujifilm X-HalfHasil foto. Foto: Dok Enche Tjin

Fujifilm X-HalfHasil foto Fujifilm X-Half Foto: Dok Enche Tjin

Kinerja kamera ini terasa cukup lambat saat memproses diptych dan menyimpan video. Perlu menunggu beberapa detik sampai kamera siap kembali. Kinerja autofokus juga lambat terutama di kondisi kurang cahaya, atau backlit. Teknologi autofokusnya sepertinya masih menggunakan contrast detect, motor lensanya bergerak maju mundur saat mencari fokus, dan terdengar sedikit suara. Meskipun ada pilihan autofocus continue (AF-C), sepertinya lensa ini cocok untuk foto-foto still life/subjek tidak bergerak ataupun kalau bergerak pelan. Selain itu, lensanya tidak bisa fokus terlalu dekat.

Di sisi positifnya, kamera X half ini ringan dan menyenangkan untuk mencoba berbagai film simulation dan filter. Memotret dengan jendela bidik optik juga menyenangkan. Saya juga suka baterainya tahan lama, menurut pengukuran CIPA, satu baterai bisa untuk 880 foto, jadi seharian foto sana-sini nggak perlu takut baterainya habis.

Fujifilm X-HalfFujifilm X-Half Foto: Dok Enche Tjin

Yang ingin nostalgia untuk motret seperti kamera film, ada film camera mode. Jika diaktifkan, kita akan diminta untuk memilih film, ukuran film, dan kemudian memotret dengan jendela bidik saja tanpa bisa melihat gambar di layar monitor. Untuk melihat hasil fotonya, kita harus transfer file foto ke aplikasi X half, yang kemudian akan di-layout layaknya film.

Fujifilm X-HalfFujifilm X-Half Foto: Dok Enche Tjin

Fujifilm X-HalfContoh hasil proses aplikasi X half mirip hasil kamera film. Foto: Dok Enche Tjin

Kamera ini juga bisa merekam video. Secara native-nya, resolusi videonya Full HD 1440 x 1080, dengan aspek rasio 3:4. Untuk formatnya bisa pilih format MP4 atau MOV, tersedia pilihan kualitas bitrate sampai 50 mbps dan bisa slow motion juga. Kualitas video cukup untuk media sosial, bukan untuk profesional. Menariknya, kita bisa aplikasikan efek-efek film simulation dan berbagai filter efek film jadul untuk video.

Fujifilm X-HalfFujifilm X-Half. Foto: Dok Enche Tjin

Meskipun dinamakan Fujifilm X, tapi filosofi desain X half tidak sama dengan kamera Fujifilm X pada umumnya yang memiliki image sensor APS-C dan sebagian besar bisa berganti lensa. X Half lebih ditujukan ke penikmat fotografi yang menyukai kamera yang memiliki desain ala kamera film yang unik di era digital saat ini, dan pengalaman memotret yang berbeda. Setelah mencobanya beberapa jam, saya merasa senang memotret dan bermain dengan kamera ini, mencoba berbagai film simulation dan efek film-nya dengan menggeser layarnya. X Half mudah digunakan untuk berbagai kelompok usia karena menggunakan desain antarmuka yang simple dan modern.

Fujifilm X-HalfFujifilm X-Half Foto: Dok Enche Tjin

Fujifilm X-HalfFujifilm X-Half Foto: Dok Enche Tjin

Fujifilm X-HalfFujifilm X-Half Foto: Dok Enche Tjin

Apakah kamera seperti ini akan sukses dan jadi kamera yang ikonik seperti Fujifilm X100 yang terus diperbaharui sampai generasi ke-VI? Atau hanya akan selesai sampai disini? Hanya waktu yang akan menjawab. Tapi menurut saya kamera ini menyenangkan, unik dan patut diperbaharui. Bagaimana menurut kalian?

Fujifilm X Half hadir di Indonesia dalam pilihan warna Silver, Black, dan Charcoal Silver. Kamera digital ini dilepas dengan harga Rp 12.888.000 dan dapat dipesan mulai 12 Juni 2025.


(fay/fyk)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research