Pantas Menu MBG Ikan Hiu Bikin Keracunan Massal, Ini Alasannya

2 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Ribuan anak di Indonesia dilaporkan keracunan usai mengkonsumsi menu Makanan Bergizi Gratis (MBG), salah satunya olahan ikan hiu di Kalimantan Barat. Padahal, riset internasional terbaru menunjukkan konsumsi hiu justru berisiko tinggi bagi kesehatan karena akumulasi merkuri dalam tubuhnya dan racun ini bisa memicu gangguan saraf dan berbahaya terutama bagi anak dan ibu hamil.

Meski terbukti mengandung merkuri yang tinggi, masih banyak yang meyakini mengkonsumsi daging hiu dapat meningkatkan vitalitas dan kesehatan. Padahal justru menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan, terutama bagi ibu hamil dan anak-anak.

Penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Exposure and Health oleh tim ahli dari Florida International University (FIU), Amerika Serikat, dan Hong Kong, menemukan mayoritas daging maupun sirip hiu yang beredar di pasaran mengandung kadar merkuri jauh di atas batas aman. Dari 267 sampel sirip hiu, 75% melebihi ambang batas legal Pusat Keamanan Pangan Hong Kong (0,5 ppm metilmerkuri).

Jenis hiu martil (hammerhead) bahkan menunjukkan kadar hingga 20 kali lipat di atas batas. Sirip hiu martil besar memiliki kadar metilmerkuri tertinggi, berkisar antara 0,28 dan 26,24 ppm.

Sirip hiu martil bergigi memiliki kadar 0,26 hingga 10,20 ppm, dan sirip hiu martil halus antara 0,17 dan 25,53 ppm. Beberapa sampel hiu martil memiliki kadar merkuri lebih dari 20 kali batas 1 ppm.

Metilmerkuri, bentuk organik dari logam berat merkuri, mudah terakumulasi di rantai makanan laut. Semakin besar ukuran ikan, semakin tinggi pula akumulasi racun ini. Jika masuk ke tubuh manusia, terutama anak dan janin, dampaknya bisa menyerang sistem saraf pusat dan otak.

"Hiu martil adalah salah satu spesies premium dalam perdagangan sirip, namun konsumen kelas atas yang membelinya mungkin tidak menyadari bahwa dengan membeli sirip termahal, mereka sebenarnya menempatkan diri mereka dan tamu mereka pada risiko kesehatan terbesar," kata salah satu penulis studi, Dr. Demian Chapman dari Mote Marine Laboratory & Aquarium dikutip dari Forbes, Senin (29/9/2025).

Ia juga menekankan, perdagangan sirip telah berkontribusi terhadap tingginya risiko kepunahan yang dihadapi oleh hiu martil. Namun, kata ia, perdagangan spesies ini khususnya juga menempatkan konsumen pada risiko. "Ini adalah skenario yang merugikan bagi manusia dan satwa liar," katanya.

Tim peneliti menganalisis 33 sampel daging yang dijual di Trinidad dan Tobago, tempat daging hiu sering dikonsumsi. Daging hiu martil bergigi (Sphyrna lewini) dan hiu hidung tajam Atlantik (Rhizoprionodon terraenovae) memiliki kadar merkuri tertinggi, melampaui batas konsumsi aman lokal sebesar 1 bagian per juta dan harus dihindari, terutama oleh siapa pun yang banyak mengonsumsi daging hiu dalam pola makan mereka. Beberapa sampel hiu martil mengandung 2 hingga 3 kali lipat batas 1 ppm.

"Perbedaan risiko kesehatan antar spesies sangat mencolok dan kami mendorong pemerintah maupun konsumen untuk mulai mempertanyakan spesies apa yang berakhir di piring," ujar FIU's Predator Ecology and Conversation lab, García Barcia.

Hal ini sangat penting karena sebagian besar imbauan kesehatan yang berfokus pada risiko keracunan merkuri dalam produk hiu hanya mencakup semua spesies hiu. Namun, seperti yang ditunjukkan oleh studi ini, spesies tertentu, seperti hiu martil menimbulkan risiko yang lebih besar daripada yang lain.

Kasus di Indonesia: Ikan Hiu dalam Menu MBG

Kaitan risiko ini makin relevan setelah kasus keracunan massal program Makanan Bergizi Gratis (MBG) di Indonesia, yang dilaporkan menimpa ribuan anak. Salah satu menu yang disajikan di salah satu daerah adalah ikan hiu.

Menurut dr. Yogi, SpA(K), dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), konsumsi hiu sangat tidak disarankan untuk anak. Sebab, hiu termasuk spesies laut yang rawan mengakumulasi logam berat berbahaya seperti merkuri dalam tubuhnya.

"Akumulasi merkuri di ikan hiu bisa lebih tinggi dibandingkan spesies ikan lain, sehingga sangat tidak disarankan diberikan pada anak," jelasnya dalam media briefing belum lama ini.

Ia menambahkan, keracunan makanan pada anak bisa menimbulkan gejala mulai dari muntah, diare, sakit perut, hingga dehidrasi. Pada kasus berat, bisa timbul demam tinggi bahkan kejang akibat gangguan elektrolit.

"Program pangan sehat harus mengedepankan keamanan. Jangan sampai niat memberi gizi malah membuka celah bahaya baru," tegas dr. Yogi.

Respons Prabowo soal Keracunan MBG

Presiden Prabowo Subianto mengambil langkah cepat usai insiden keracunan massal yang menimpa peserta program MBG. Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menyebut salah satu arahan penting dari Presiden adalah menutup sementara Seluruh Satuan Penyelenggara Program Gizi (SPPG) yang terindikasi bermasalah.

Pemerintah, kata Zulhas, akan melakukan evaluasi dan investigasi mendalam sebelum kembali mengizinkan operasional.

"SPPG yang bermasalah ditutup untuk sementara dilakukan evaluasi dan investigasi," kata Zulhas.


(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article 9 Cara Cepat Mengatasi Keracunan Makanan

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research