Jakarta, CNBC Indonesia - Padel tengah menjadi olahraga yang diganderungi masyarakat kelas menengah di Indonesia. Tren yang sama juga terjadi di banyak negara lain di dunia.
Meski begitu, kepopuleran padel ternyata tidak berlangsung lama di Swedia. Olahraga trendy tersebut justru mengalami fase sulit, bahkan industrinya mengalami kebangkrutan. Dari ribuan lapangan yang pernah berdiri di Swedia, lebih dari seratus fasilitas padel terpaksa tutup hanya dalam rentang dua tahun terakhir.
Lonjakan popularitas padel bermula saat pandemi Covid-19. Olahraga raket asal Spanyol itu dianggap cocok karena bisa dimainkan dengan aman, mudah, dan tetap menjaga interaksi sosial.
Namun, euforia tersebut berubah jadi bumerang ketika pertumbuhan lapangan tidak seimbang dengan kebutuhan. Permintaan yang tinggi membuat jumlah lapangan padel di Swedia naik lebih dari 1.000% hanya dalam beberapa tahun, tapi pertumbuhan itu ternyata tidak sehat.
Menurut laporan Court Brain, fenomena ini mirip dengan "bubble" di sektor finansial. Begitu pandemi mereda dan masyarakat kembali ke rutinitas normal, lapangan padel yang berlebihan justru menimbulkan masalah.
Antusiasme yang semula besar kini berbalik arah. Data stasiun televisi publik Swedia, SVT, mencatat lebih dari 100 fasilitas padel tutup antara 2022 hingga 2024. Bukan karena orang Swedia berhenti bermain, melainkan karena jumlah lapangan jauh melampaui kebutuhan.
Industri penunjang pun terkena dampaknya. Perusahaan ritel peralatan padel yang semula kebanjiran pesanan kini mengalami kelebihan stok.
"Saat booming, semua barang langsung habis terjual. Tapi itu hanya sesaat," ujar seorang pelaku industri dilansir Court Brain.
Produksi yang berlebihan membuat harga anjlok dan margin keuntungan tergerus. Kondisi ini menandakan industri padel di Swedia telah memasuki fase koreksi.
Tidak ada lagi "demam padel" seperti masa pandemi, melainkan pasar yang mengecil dan menuntut seleksi alam. Klub yang tidak mampu bersaing atau menawarkan nilai tambah akhirnya gulung tikar.
Meski olahraga ini masih populer, para analis menilai prospek bisnis padel di Swedia tidak lagi semenarik dulu. Dari olahraga yang sempat dianggap "tambang emas baru", kini padel lebih dilihat sebagai hobi rekreasi ketimbang industri yang menjanjikan keuntungan besar.
Peringatan bagi Pasar Global
Fenomena di Swedia kini menjadi pelajaran berharga bagi negara-negara lain yang sedang mengalami ledakan padel seperti Italia, Prancis, dan Inggris hingga di Indonesia. Ekspansi berlebihan tanpa perhitungan jangka panjang hanya akan berujung pada keruntuhan industri.
"Padel masih akan ada di Swedia, tapi tidak lagi sebagai ladang bisnis emas," tulis analisis Court Brain. "Yang tersisa hanyalah pasar yang lebih kecil, stabil, dan kurang menarik bagi investor."
(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bahaya FOMO Workout Kalau Belum Cek Kondisi Jantung, Ini Kata Dokter