- Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada perdagangan terakhir pekan lalu, IHSG melemah tapi rupiah menguat
- Wall Street pora pada perdagangan pekan lalu
- Negoisasi dagang, IPO, data konsumen Indonesia, FOMC Minutes serta data ekonomi China diperkirakan akan menjadi penggerak pasar pekan ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan pasar keuangan Tanah Air pada perdagangan akhir pekan kemarin berjalan tak senada. Index Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona merah, sementara rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berada di zona penguatan.
IHSG & rupiah berpeluang menguat dalam sepekan ini, mengingat banyak sentimen yang akan rilis pada pekan ini terutama kabar tarif dari presiden AS Donald Trump yang saat ini sudah cukup melunak.
Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 pada artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.
Pada perdagangan Jumat (4/7/2025), IHSG ditutup melemah 0,19% di level 6.865,19. Pelemahan ini memperpanjang tren negatif IHSG yang telah melemah lima hari beruntun.
Sebanyak 323 saham turun, 260 naik, dan 207 tidak bergerak. Nilai transaksi mencapai Rp 8,29 triliun yang melibatkan 17,39 miliar saham dalam 858.815 kali transaksi.
Investor asing masing mencatat net sell sebesar Rp 465,9 miliar.
Sektor infrastruktur menjadi salah satu pemberat IHSG pada perdagangan akhir pekan kemarin. Dimana saham-saham BUMN jatuh berguguran, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM) turun 2,95%.,PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) melemah 0,86%, PT PP (Persero) Tbk (PTPP) jatuh 1,41%, dan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) terdepresisi 2,43%.
IHSG stagnan karena tekanan jual dari investor asing, ditambah ketidakpastian global dan domestik, serta belum ada sentimen fundamental kinerja emiten. Investor saat cenderung menunggu kepastian sebelum mengambil langkah besar.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan mengatakan indeks saat ini bergerak sideways, artinya tidak menunjukkan tren naik atau turun yang jelas, tapi berfluktuasi dalam rentang sempit, yaitu antara 6.820 sampai 6.980. Ini menggambarkan pasar yang lesu atau sedang menunggu kepastian arah alias wait and see.
DIa juga menyebut kinerja emiten perbankan, yang biasanya jadi pilihan unggulan investasi asing saat ini mengalami perlambatna kinerja. Menurut Ekky, investor asing itu tidak bisa berinvestasi sembarangan karena pasar Indonesia kecil.
Senada, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan rilis laporan keuangan kuartal II-2025 yang masih masih berlangsung, diperkirakan hasilnya secara umum masih stagnan.
Sementara itu, Rudiyanto mengatakan investor asing masih menempatkan porsi investasi di Indonesia lebih kecil alias underweight lantaran beberapa kebijakan pemerintah.
Meskipun pemerintah telah melakukan beberapa revisi untuk mengubah pandangan investor, ia menyebut masih butuh waktu karena menunggu realisasi perubahan kebijakan tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi RI.
Beralih ke rupiah, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Jumat (4/7/2025) ditutup pada posisi Rp 16.180/US$1 atau menguat 0,03%. Penguatan ini memperpanjang penguatan rupiah terhadap dolar AS selama dua hari beruntun.
Penguatan rupiah hari ini terjadi d isaat Bank Indonesia mengindikasikan bahwa suku bunga BI masih berpotensi turun di tahun ini.
"Kami masih ada ruang menurunkan BI rate ke depan seiring dengan inflasi yang rendah dan salah satunya juga mendorong pertumbuhan ekonomi," ungkap Perry saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Kamis (3/7/2025).
BI-Rate saat ini ada di level 5,50%, suku bunga Deposit Facility sebesar 4,75%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,25%.
Perry juga memproyeksikan rupiah berada di level Rp16.000-Rp16.500 per dolar AS yang didasari berbagai faktor fundamental ekonomi di Indonesia yang terus stabil dan menguat, serta arah pergerakan kurs rupiah saat ini yang cenderung dalam tren penguatan.
Sementara dari luar negeri, data terbaru yang menunjukkan non-farm payrolls di AS meningkat sebanyak 147.000 pada Juni, mengalahkan ekspektasi pasar yang memperkirakan kenaikan sebesar 110.000.
Laporan ini mengurangi ekspektasi pasar bahwa bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan segera menurunkan suku bunga.
Adapun dari pasar obligasi Indonesia, pada perdagangan Jumat (4/7/2025) imbal hasil obligasi tenor 10 tahun terpantau stagnan di level 6,564%.
Imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membuang surat berharga negara (SBN).
Begitu pun sebaliknya, imbal hasil obligasi yang melemah menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali mengumpulkan surat berharga negara (SBN).
Pages