REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 tercatat sebesar 5,12 persen, Pemerintah tetap agresif menggelontorkan berbagai paket stimulus fiskal. Kebijakan ini dinilai tak hanya bertujuan menjaga momentum pertumbuhan tetapi juga memperluas manfaat ekonomi secara lebih merata.
Hal ini disampaikan oleh Chief Economist PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI), Leo Putera Rinaldy, dalam forum diskusi media bertajuk “BNI Economic Perspective: Navigating Shifts, Building Resilience”, Jumat (24/10/2025) lalu. Ia juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal III akan berada di kisaran 5 hingga 5,2 persen.
Menurut Leo, proyeksi ini didorong oleh dua faktor utama, yakni pertumbuhan sektor non-ekspor yang diperkirakan mencapai dua digit serta peningkatan belanja pemerintah. “Kita expect non-eksportnya itu akan tumbuh double digit, diikuti juga dengan pertumbuhan dari sisi government expenditure,” ujar Leo.
Yang menarik menurutnya, meski ekonomi nasional telah tumbuh stabil di kisaran 5 persen, pemerintah tetap agresif menggelontorkan berbagai paket stimulus fiskal sebagai langkah counter-cyclical. Menurut Leo, kebijakan ini tidak hanya bertujuan menjaga momentum pertumbuhan, tetapi juga memperluas distribusi manfaat ekonomi secara lebih merata, khususnya bagi kelompok masyarakat menengah ke bawah.
“Counter-cyclical measures ini dilakukan dalam konteks meningkatkan distribusi 'kue' ekonomi yang lebih merata kepada segmen-segmen yang memang memerlukan, terutama untuk kelas menengah bawah,” jelasnya.
Leo menyoroti Paket Stimulus Fiskal Ketiga yang mencakup 17 program, dengan delapan di antaranya dirancang untuk berjalan hingga akhir 2025. Fokus utama dari program ini adalah penciptaan lapangan kerja dan penguatan daya beli masyarakat, terutama di sektor informal.
Salah satu program yang disorot adalah peningkatan kuota program magang dari 20 ribu menjadi 80 ribu lulusan universitas, serta program cash forward yang dipimpin oleh Kementerian Perhubungan dan Kementerian PUPR untuk mempercepat proyek infrastruktur dan menyerap hingga 600 ribu tenaga kerja.
Tak hanya itu, pemerintah juga memperluas cakupan program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) ke sektor informal, termasuk pengemudi ojek daring. Rencananya, pada 2026, diskon iuran JKK–JKM akan diperluas ke sektor informal lainnya.
“Investasi pemerintah terhadap paket stimulusnya itu lebih kepada penciptaan lapangan kerja dan menjaga daya beli, terutama untuk teman-teman kita di sektor informal. Jadi lebih komprehensif,” tambah Leo.
Pemerintah juga telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp16 triliun untuk delapan program stimulus dan Rp30 triliun untuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) hingga akhir tahun. Langkah ini dinilai sebagai upaya strategis untuk memperkuat fondasi ekonomi sekaligus memperluas inklusi ekonomi.
Leo optimistis dampak dari stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang bersifat akumulatif akan mulai terasa pada kuartal IV 2025, sehingga momentum pertumbuhan ekonomi dapat terus terjaga.
“Pertumbuhan ekonomi seharusnya momentumnya bisa dijaga. Di saat yang sama, harapannya di kuartal keempat distribusi dari 'kue' ekonominya itu bisa terus meningkat,” ujarnya.

3 hours ago
1











































