Dunia Panik! Harga Aluminium Terbang, Tembus Tertinggi 3 Tahun

5 hours ago 2

Jakarta, CNBC Indonesia- Harga aluminium dunia kembali memanas. Melansir dari London Metal Exchange (LME), harga kontrak aluminium 3-bulan pada  Kamis (22/10/2025) mencapai US$ 2.812,5 per ton atau sekitar Rp 46,8 juta per ton (US$1=Rp 16.640).

Kenaikan ini menandai level tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Kenaikan ini mempertegas tren penguatan yang terjadi sejak akhir Juli, saat harga masih berada di kisaran US$ 2.600 per ton.

Lonjakan harga tersebut terjadi di tengah kekhawatiran global terhadap pasokan aluminium yang semakin ketat. Produksi aluminium di China selaku produsen terbesar dunia diperkirakan akan menembus batas kapasitas tahunan 45 juta ton pada 2025. Padahal, Beijing telah menetapkan batas tersebut untuk menjaga keseimbangan industri logam dasar dan menekan tekanan deflasi.

Kebijakan ini sejalan dengan langkah pemerintah China yang menurunkan target pertumbuhan produksi logam dasar menjadi rata-rata 1,5% per tahun, jauh lebih rendah dari target sebelumnya yang sebesar 5%. Kebijakan ini merupakan bagian dari kampanye anti-involution untuk menekan kelebihan kapasitas dan menjaga stabilitas harga komoditas strategis.

Tak hanya dari sisi kebijakan, gangguan pasokan dari produsen utama turut mempersempit ruang pasokan global.

Salah satu potline di smelter Grundartangi, Islandia, harus dihentikan akibat kerusakan peralatan listrik. Sementara itu, raksasa tambang Alcoa juga mengumumkan penutupan kilang alumina Kwinana di Australia karena menurunnya kualitas bijih bauksit yang menjadi bahan baku utama.

Dampaknya terasa nyata di pasar fisik. Stok aluminium primer di gudang LME turun hampir 25% sepanjang tahun ini, menjadi hanya sekitar 484 ribu ton. Penurunan stok ini mencerminkan meningkatnya permintaan di tengah pasokan yang terbatas, memperkuat tekanan ke arah kenaikan harga.

Jika dilihat secara historis, harga aluminium mulai bergerak naik sejak akhir Agustus. harga aluminium sempat turun ke US$ 2.547 per ton pada 1 Agustus 2025, sebelum beranjak naik secara bertahap hingga menembus US$ 2.700-an pada awal Oktober.

Kenaikan lebih dari 10% dalam waktu kurang dari tiga bulan ini menjadi salah satu penguatan paling agresif di antara logam industri sepanjang tahun. Investor global kini menilai aluminium sebagai safe haven baru di tengah gejolak pasokan energi, transisi hijau, dan kebijakan proteksionis yang mempengaruhi rantai pasok industri logam.

Aluminium sendiri memiliki peran strategis dalam transisi energi bersih. Logam ini menjadi bahan utama untuk panel surya, kendaraan listrik, hingga infrastruktur transmisi listrik. Menurut International Aluminium Institute (IAI), permintaan global terhadap aluminium untuk sektor energi terbarukan diperkirakan meningkat 40% pada 2030 dibanding level saat ini.

Di sisi lain, penguatan harga aluminium juga menjadi tantangan bagi industri hilir, termasuk produsen otomotif dan konstruksi, yang sensitif terhadap fluktuasi biaya bahan baku. Kenaikan harga logam ini dikhawatirkan dapat menekan margin industri dan memicu inflasi biaya (cost-push inflation) di berbagai negara, termasuk Indonesia.

Ke depan, arah harga aluminium masih akan ditentukan oleh keseimbangan antara kebijakan produksi China dan kemampuan negara lain menutupi kekurangan pasokan global. Dengan tren pasokan yang terus menyusut dan permintaan yang tetap tinggi, para analis memperkirakan harga aluminium berpotensi menembus US$ 2.900 per ton hingga akhir 2025 jika tidak ada tambahan suplai signifikan di pasar global.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research