-
Pergerakan pasar keuangan RI kemarin berhasil bangkit, IHSG terbang nyaris 3%, rupiah juga menguat, sementara obligasi sedikit terkoreksi.
-
Wall Street berakhir beragam sementara bura Eropa melesat di tengah pembicaraan damai Ukraina-Rusia
-
Pasar keuangan hari ini ada potensi merespon lanjutan kebijakan yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto untuk mendorong pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2025.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI berhasil bangkit pada perdagangan kemarin Senin (17/2/2025) usai rilis surplus neraca perdagangan lebih tinggi dari yang diharapkan.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan kemarin ditutup melesat 2,90% ke posisi 6830.88. Apresiasi ini menjadi yang terkuat secara year-to-date (YTD).
Adapun, sebanyak 411 saham naik, 192 turun, dan 189 tidak berubah. Nilai transaksi pada perdagangan kemarin mencapai Rp 11,56 triliun dengan melibatkan 19,27 miliar saham dalam 1,39 juta transaksi.
Tercatat hampir semua sektor berada di zona hijau. Utilitas memimpin dengan kenaikan 12,42%. Lalu diikuti oleh bahan baku 4,03%, finansial 3,51%, energi 1,55%, teknologi 1,46%, industri 0,61%, konsumer non-cylcicals 0,35%, dan kesehatan 0,06%.
Hanya dua sektor yang merana, yaitu konsumer cyclicals -0,05% dan properti -1,46%.
Mengutip Refinitiv, dua saham bank BUMN menjadi penggerak IHSG. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk atau BMRI ditutup naik 5,85% ke level 5.425. BMRI mengerek IHSG sebesar 26,81 indeks poin.
Lalu PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk menutup perdagangan dengan kenaikan 4,15% ke level 4.020. BBRI mengatrol IHSG sebanyak 24,59 indeks poin.
Selain itu saham bank jumbo lainnya, BBCA juga menyumbang 21,15 indeks poin terhadap kenaikan IHSG.
Kenaikan saham-saham perbankan pelat merah seiring dengan rencana mereka mengadakan rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) pada bulan depan. Dalam rapat tersebut akan diumumkan besaran dividen dari laba tahun buku 2024.
Beralih ke pasar nilai tukar yang terpantau juga berhasil menguat. Merujuk data Refinitiv, rupiah terhadap dolar AS ditutup menguat 0,28% pada posisi Rp16.210/US$.
Penguatan tersebut menjadi penguatan rupiah selama empat hari beruntun, meskipun pada saat perdagangan intraday rupiah sempat menembus level Rp16.160/US$.
Penguatan rupiah kemarin terdorong kabar baik dari internal di mana neraca dagang surplus lebih dari ekspektasi dan penerbitan aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE).
Surplus awal tahun ini jauh di atas dengan konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari sembilan lembaga. Konsensus ini memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Januari 2025 akan mencapai US$1,78 miliar. Konsensus juga memperkirakan ekspor akan tumbuh 6,47% (year on year/yoy) dan impor melesat 9,17% (yoy).
Dari sisi lain, presiden Prabowo mengumumkan kebijakan terbaru Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan menetapkan bahwa DHE SDA dalam sistem keuangan Indonesia ditingkatkan menjadi 100% dalam jangka waktu 12 bulan dan berlaku per 1 Maret 2025.
Adapun untuk aturan DHE itu juga disertai beberapa ketentuan yang bisa memperbolehkan DHE untuk digunakan operasional eksportif. Setidaknya ini memberikan sedikit kelegaan akan kekhawatiran sebelumnya terhadap pengetatan likuiditas.
Berikutnya, beralih ke pasar obligasi terpantau ada sedikit kontraksi yang terbilang cukup normal.
Melansir data Refintiiv, yield obligasi acuan RI untuk tenor 10 tahun mengalami kenaikan tipis 0,15% menjadi 6,76%.
Kenaikan yield ini berlawanan arah terhadap harga, jadi ketika yield naik, maka harga turun.
Meski ada kenaikan yield, ini masih terbilang cukup normal lantaran pada Jumat pekan lalu yield mengalami penurunan cukup signifikan hingga 1,29% setara 9 basis poin (bps).
Pages