Jakarta, CNBC Indonesia - Aturan Devisa Hasil Ekspor (DHE) terbaru diharapkan mampu membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat ke depannya.
Sebagai informasi, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan kebijakan terbaru mengenai Devisa Hasil Ekspor (DHE) . Dalam kebijakan yang berlaku 1 Maret 2025, kewajiban DHE menjadi lebih ketat. Lewat kebijakan ini ditargetkan US$80 miliar masuk ke pasar keuangan dalam negeri disepanjang 2025 dan dalam 12 bulan mendatang, hasilnya diperkirakan lebih dari US$100 miliar.
Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam.
"Pemerintah menetapkan bahwa kewajiban penempatan DHE SDA dalam sistem keuangan Indonesia akan ditingkatkan menjadi 100% dengan jangka waktu 12 bulan sejak penempatan dalam rekening khusus DHE SDA dalam bank-bank nasional," ungkap Prabowo dalam konferensi pers, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (17/2/2025).
Prabowo menjelaskan, kebijakan DHE tersebut akan berlaku untuk sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Sektor minyak dan gas bumi dikecualikan dari kebijakan ini.
"Untuk sektor migas dikecualikan dengan tetap mengacu pada ketentuan PP 36 2023," jelas Prabowo.
Aturan Baru DHE Jadi 'Obat' Buat Rupiah?
Dalam konteks kebijakan terbaru, pemerintah Indonesia mewajibkan eksportir menempatkan 100% DHE dari sumber daya alam (kecuali minyak & gas) di dalam negeri selama satu tahun, yang diharapkan meningkatkan likuiditas USD onshore dan memperkuat stabilitas rupiah.
Sebagai informasi, likuiditas USD onshore mengacu pada ketersediaan dan pergerakan dolar AS dalam sistem keuangan domestik suatu negara, dalam hal ini Indonesia. Ini mencakup pasokan dolar yang tersedia di perbankan dalam negeri, pasar valuta asing domestik, serta dana yang dapat diakses oleh perusahaan dan individu untuk transaksi impor, pembayaran utang luar negeri, dan kebutuhan lainnya.
Faktor-faktor yang memengaruhi likuiditas USD onshore meliputi:
- Penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) - Semakin banyak eksportir yang menempatkan devisanya di dalam negeri, semakin tinggi likuiditas USD onshore.
- Intervensi Bank Indonesia - Bank sentral dapat melakukan kebijakan untuk menambah atau mengurangi pasokan dolar guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
- Aliran Modal Asing - Investasi asing langsung (FDI), arus modal portofolio, dan pinjaman luar negeri berkontribusi terhadap ketersediaan dolar.
- Permintaan terhadap USD - Jika impor tinggi atau banyak perusahaan memiliki kewajiban pembayaran dalam USD, permintaan dolar meningkat, yang dapat mempengaruhi likuiditasnya.
- Kebijakan Regulasi - Aturan mengenai penempatan devisa, seperti kewajiban eksportir menyimpan DHE di dalam negeri, dapat memperkuat likuiditas USD onshore.
Menanggapi pemberitaan soal aturan DHE terbaru, Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega, Ralph Birger Poetiray mengatakan bahwa DHE hanya akan memperbaiki likuiditas USD onshore saja.
"Kalau efek terhadap rupiah belum langsung berdampak. Pergerakan rupiah benar-benar mengikuti USD index," kata Birger.
Ia juga menegaskan bahwa apabila ada lending/pinjaman dalam USD ke korporasi, maka perbankan bisa menyediakan (provide) sehingga tidak terjadi perang suku bunga untuk penarikan dollar funding.
Dilansir dari Refinitiv, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS per 17 Februari 2025 berada di angka Rp16.210/US$ atau telah melemah sebesar 0,75% secara year to date/ytd.
Bahkan rupiah sempat menyentuh level terburuknya pada 3 Februari 2025 di level Rp16.430/US$ yang merupakan posisi terparah sejak Juni 2024.
Kebijakan DHE ini pun secara umum disambut cukup positif oleh ekonom lainnya. Global Markets Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto mengatakan bahwa ia mendukung upaya pemerintah untuk menerapkan perubahan peraturan mengenai Penerimaan DHE sejak 01 Maret 2025 guna meningkatkan pasokan dolar AS ke dalam sistem keuangan domestik.
Peraturan ini diharapkan dapat memberikan amunisi moneter yang kuat secara alami, yang berasal dari penerimaan ekspor penuh dari sumber daya bumi Indonesia. Pemerintah mewajibkan eksportir untuk menempatkan 100% penerimaan devisa hasil ekspor dari sumber daya alam, kecuali minyak & gas, ke dalam sistem keuangan domestik selama periode satu tahun.
"Kami memperkirakan implementasi ini akan memberikan setidaknya cadangan devisa domestik sebesar US$13,2 miliar dalam satu tahun, meskipun posisi cadangan nasional terbaru juga akan bergantung pada perkembangan lebih lanjut terkait posisi neraca transaksi berjalan serta akun modal dan portofolio nasional. Kami memperkirakan nilai tukar USD/IDR akan mencapai 15.828 pada akhir tahun 2025," tutup Myrdal.
Optimisme target rupiah juga tampak cukup positif dari Ekonom Sucor Sekuritas, Ahmad Mikail yang menyatakan bahwa rupiah dapat menyentuh level Rp15.000/US$ di tahun ini.
Sementara, Chief Economist & Head of Research Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Rully Arya Wisnubroto menyampaikan bahwa dalam jangka pendek, faktor global masih tampak punya peranan yang lebih dominan dalam menggerakkan nilai tukar rupiah.
Rully mengharapkan dengan adanya kebijakan DHE ini, maka dapat menjaga stabilitas serta menahan permintaan terhadap dolar AS. Alhasil ia memperkirakan dalam jangka menengah, rupiah dapat berada stabil di level Rp16.000-Rp16.200/US$.
Di lain sisi, Ekonom Senior Bank Central Asia, Barra Kukuh Mamia mengungkapkan dengan penempatan DHE 100%, maka ada potensi rupiah menguat terbatas dan aturan ini dapat menambah cadangan devisa (cadev) BI, dan memperkuat likuiditas bank.
Sebagai catatan, posisi cadev Indonesia periode Januari 2025 tercatat naik US$0,4 miliar dibandingkan Desember 2024 menjadi US$156,1 miliar.
"Kenaikan posisi cadangan devisa tersebut antara lain bersumber dari penerbitan global bond pemerintah serta penerimaan pajak dan jasa di tengah kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sejalan dengan berlanjutnya ketidakpastian pasar keuangan global," tulis BI dalam siaran pers, Jumat (7/2/2025)
Posisi cadangan devisa pada akhir Januari 2025 setara dengan pembiayaan 6,7 bulan impor atau 6,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
Ini dianggap mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Selaras dengan Birger, Barra juga berargumen bahwa rupiah masih akan berada di level Rp16.000an/US$. Hal ini terjadi karena USD yang tampak kuat, bukan karena rupiah yang salah.
Sedangkan Ekonom Ciptadana Sekuritas Asia, Renno Prawira mengungkapkan bahwa kebijakan DHE 100% ini akan efektif membuat rupiah perkasa apabila kebijakan ini berjalan efektif dan kondisi eksternal mendukung sehingga ia menargetkan rupiah berada dalam rentang Rp15.700-Rp16.100/US$ pada 2025. Namun jika kepatuhan eksportir rendah atau faktor eksternal tidak mendukung (misalnya, dolar AS tetap kuat akibat suku bunga tinggi di AS), rupiah mungkin tetap bergerak di kisaran Rp16.300-Rp16.800/US$.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)