Gelson Kurniawan, CNBC Indonesia
28 December 2025 16:00
Jakarta, CNBC Indonesia - Lanskap pasar modal Indonesia menutup tahun 2025 dengan sebuah fenomena baru yang menarik perhatian pelaku pasar. Dominasi emiten perbankan konvensional berkapitalisasi pasar besar (big caps) dalam hal jumlah kepemilikan investor, kini resmi tergeser.
Posisi puncak yang selama ini identik dengan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) telah diambil alih oleh pendatang baru dari sektor bank digital, yakni PT Super Bank Indonesia Tbk (SUPA).
Berdasarkan estimasi data pemegang saham per Desember 2025, Superbank (SUPA) berhasil mencatatkan diri sebagai emiten dengan jumlah investor terbanyak, mencapai angka 696.000 investor.
Pencapaian ini menempatkan SUPA di atas BBRI yang kini berada di posisi kedua dengan 652.000 investor. Perubahan ini mengindikasikan adanya pergeseran preferensi investor ritel yang semakin agresif memburu saham-saham berbasis teknologi finansial dan emiten yang baru melantai di bursa (IPO).
Tabel 10 Emiten dengan Jumlah Investor Terbanyak (Desember 2025)
Berikut adalah rincian estimasi sepuluh emiten dengan basis investor terbesar saat ini, yang menunjukkan kombinasi antara emiten perbankan mapan dan pendatang baru yang disruptif:
Kebangkitan Saham Pendatang Baru
Selain fenomena Superbank, perhatian pasar juga tertuju pada RLCO yang langsung menembus posisi empat besar dengan 515.000 investor, menggeser emiten teknologi PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) ke peringkat kelima.
Kehadiran dua emiten baru (SUPA dan RLCO) di jajaran top 5 pemegang saham terbanyak menjadi bukti bahwa minat investor ritel terhadap saham IPO di tahun 2025 sangat tinggi, mengalahkan minat retensi pada saham-saham existing di sektor teknologi.
Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) tetap menunjukkan stabilitasnya di posisi ketiga dengan 570.000 investor, mencerminkan loyalitas basis investor jangka panjang yang kuat.
Dominasi Mutlak Investor Domestik
Lonjakan jumlah investor pada saham-saham tersebut berkorelasi erat dengan dominasi investor domestik dalam aktivitas perdagangan harian.
Mengacu pada data Statistik Harian BEI tanggal 24 Desember 2025, investor domestik menguasai pasar secara signifikan. Dari sisi komposisi investor, investor domestik menyumbang 77% dari aktivitas perdagangan hari ini, sementara investor asing hanya berkontribusi sebesar 23%.
Data ini menegaskan bahwa likuiditas pasar saat ini sangat bergantung pada partisipasi aktif pemodal dalam negeri.
Sekuritas Ritel Rajai Frekuensi Transaksi
Bukti lain dari masifnya pergerakan investor ritel terlihat dari data Anggota Bursa (Broker) teraktif. Sekuritas yang memfasilitasi investor ritel melalui aplikasi mobile mendominasi frekuensi perdagangan.
Stockbit Sekuritas Digital (XL) tercatat sebagai broker teraktif nomor satu dengan frekuensi transaksi mencapai 1.573.360 kali, menguasai 31,22% dari total frekuensi pasar.
Angka ini jauh melampaui sekuritas lainnya, seperti Mirae Asset Sekuritas (YP) di posisi kedua dengan 421.211 kali frekuensi (8,36%) dan Ajaib Sekuritas (XC) di posisi ketiga dengan 374.768 kali frekuensi (7,44%).
Dominasi Stockbit yang mencapai sepertiga dari total aktivitas frekuensi bursa menjadi indikator utama bahwa pertumbuhan investor di saham seperti SUPA didorong oleh kemudahan akses investasi digital.
Likuiditas Tinggi dan Arus Dana Asing
Tingginya jumlah investor ritel di Superbank juga tercermin langsung pada likuiditas sahamnya di pasar reguler. Saham SUPA masuk dalam jajaran saham teraktif secara frekuensi, menempati urutan ketiga dengan total 95.530 kali transaksi dalam satu hari perdagangan, hanya berada di bawah BUMI dan INET.
Frekuensi tinggi ini adalah karakteristik khas saham yang banyak ditransaksikan oleh investor ritel perorangan.
Namun, di tengah tingginya aktivitas jual-beli ritel, investor asing justru terlihat melakukan akumulasi pada saham-saham berkapitalisasi besar.
Data perdagangan mencatat investor asing melakukan pembelian bersih (Net Buy) sebesar Rp 2,44 triliun pada hari tersebut.
Hal ini menunjukkan adanya divergensi perilaku pasar yaitu investor ritel cenderung aktif melakukan trading pada saham-saham baru dan lapis dua, sementara investor institusi asing memanfaatkan momentum untuk masuk ke pasar.
-
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(gls/gls)













































