Cuma 11% Perusahaan Indonesia yang Siap Hadapi Serangan Siber

2 days ago 5

Jakarta -

Dalam laporan Cybersecurity Readiness Index, Cisco mengungkap hanya 11% perusahaan di Indonesia yang siap menghadapi ancaman keamanan siber secara efektif.

Angka ini menurun dari indeks tahun lalu, yang mana ada 12% perusahaan yang sudah siap menghadapi ancaman keamanan siber secara efektif. Faktor Hyperconnectivity dan AI membawa kompleksitas baru bagi praktisi keamanan, sehingga angka kesiapan keamanan siber tetap rendah.

Indeks ini didasarkan pada survei double-blind terhadap 8.000 pemimpin keamanan di sektor privat dan bisnis di 30 pasar global, para responden merincikan tahap penerapan mereka untuk tiap solusi. Perusahaan dikategorikan ke dalam empat tingkat kesiapan: Pemula, Formatif, Progresif, dan Matang (Beginner, Formative, Progressive, dan Mature).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

AI merevolusi keamanan dan menaikkan tingkat ancaman, dengan 9 dari 10 organisasi (91%) mengalami insiden keamanan yang berhubungan dengan AI tahun lalu. Namun, hanya 68% dari responden percaya bahwa karyawan mereka sepenuhnya memahami ancaman terkait AI, dan 65% yakin bahwa tim mereka sepenuhnya memahami bagaimana pelaku kejahatan berbahaya memanfaatkan AI untuk meluncurkan serangan mutakhir.

AI meningkatkan tantangan di lanskap ancaman yang sudah banyak menghadapi hal tersebut. Di tahun lalu, 61% organisasi menghadapi serangan siber namun dihambat oleh framework keamanan yang kompleks dengan solusi sistem yang tidak terintegrasi (disparate point solution).

Ke depannya, responden melihat ancaman eksternal seperti pelaku kejahatan dan kelompok yang terafiliasi dengan negara (65%) lebih signifikan bagi organisasi mereka dibandingkan ancaman internal (35%). Angka ini menegaskan kebutuhan mendesak akan strategi pertahanan yang sederhana untuk menangkis serangan eksternal.

"Seiring dengan transformasi organisasi yang ditimbulkan oleh AIr, kita sedang menghadapi risiko terbaru di tingkat yang belum pernah ada sebelumnya - yang bahkan memberikan tekanan yang lebih besar pada infrastruktur kita dan mereka yang mempertahankannya," kata Koo Juan Huat, Director Cybersecurity, Cisco ASEAN, dalam keterangan yang diterima detikINET.

"Laporan tahun ini masih mengungkap kesenjangan yang mengkhawatirkan dalam kesiapan keamanan dan kurangnya urgensi untuk mengatasinya. Organisasi sekarang harus memikirkan kembali strategi mereka mengenai cara adopsi AI dan cara melakukannya dengan aman, karena berisiko menjadi tidak relevan di era AI," tambahnya.

Kurangnya kesiapan keamanan siber di Indonesia mengkhawatirkan karena 94% dari responden mengantisipasi gangguan bisnis dari insiden siber dalam 12-24 bulan mendatang.

  • Peran AI yang Semakin Besar dalam Keamanan Siber: Secara signifikan 96% dari organisasi menggunakan AI untuk memahami ancaman dengan lebih baik, 89% untuk deteksi ancaman, dan 83% untuk respon dan pemulihan. Hal ini menekankan peran penting AI dalam memperkuat strategi keamanan siber.
  • Risiko dari Penerapan GenAI: GenAI diadopsi secara luas, dengan organisasi di Indonesia menyebutkan bahwa 43% dari karyawan mereka menggunakan tools dari pihak ketiga yang sudah disetujui. Namun, 31% memiliki akses tak terbatas ke GenAI public, dan 34% dari tim IT tidak menyadari adanya interaksi karyawan dengan GenAI, menegaskan tantangan utama dalam pengawasan.
  • Kekhawatiran terkait Shadow AI: 55% dari organisasi kurang memiliki keyakinan akan kemampuan untuk mendeteksi penggunaan AI tanpa aturan yang jelas, atau shadow AI, yang memberikan risiko keamanan siber dan privasi data yang signifikan.
  • Kekurangan Talenta Menghalangi Kemajuan: 95% dari responden menyebutkan kekurangan tenaga profesional keamanan siber yang terampil sebagai tantangan besar, dengan 66% melaporkan ada lebih dari 10 posisi yang harus diisi.

"AI memberikan peluang baru tetapi juga menambah kompleksitas ke dalam lanskap keamanan yang sudah memiliki tantangannya sendiri. Di tahun lalu, kami sudah melihat perusahaan di dunia, termasuk di Indonesia, terus berusaha mengatasi ancaman yang berkembang seperti meningkatnya shadow AI, kekurangan talenta dan infrastruktur keamanan yang rumit. Ini menegaskan kebutuhan akan pendekatan yang berbeda terhadap keamanan - yang tidak hanya memanfaatkan AI untuk keamanan namun juga memastikan AI itu sendiri aman dan scalable," kata Marina Kacaribu, Managing Director Cisco Indonesia.


(asj/asj)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research