Buat Kerusuhan di Thailand, Pria Asal Makassar Tewas Ditembak Tentara

1 day ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Thailand sedang dilanda kekacauan. Demo besar menuntut PM Paetongtarn Shinawatra mundur pecah usai bocornya telepon rahasia dengan eks-PM Kamboja, Hun Sen, terkait perbatasan yang dinilai melemahkan militer.

Sejarah mencatat kekacauan politik bukan hal baru di Negeri Gajah Putih. Bahkan, 339 tahun silam, gejolak besar pernah terjadi di sana dipicu oleh keberanian seorang pria asal Makassar.

Siapa?

Dia adalah Daeng Mangalle, seorang bangsawan dari Kerajaan Gowa (1300-1957). Pada 1686, dia tercatat tinggal di Siam (kini Thailand) setelah melarikan diri dari tanah kelahirannya, Gowa. Alasannya dia kecewa karena Kerajaan Gowa sudah bekerjasama dengan VOC.

Di Thailand, Daeng Mangalle disambut hangat Raja Ayutthaya, Phara Narai, dan diberi jabatan. Dia diangkat sebagai bendahara kerajaan. Dalam konsep negara-bangsa modern, posisi bendahara kerajaan sama seperti menteri keuangan.

"[....] Bahkan, Daeng Mangalle diangkat menjadi bendahara (menteri keuangan) atau dalam bahasa Thai disebut "Doeja Paedi'," tulis H.D Mangemba dalam Sultan Hasanuddin, Disegani Kawan dan Lawan (2007).

Meski begitu, perjalanan Daeng Mangalle tak mulus. Tak lama kemudian, dia, bersama orang Muslim dan Melayu lain, dituduh berencana melakukan kudeta terhadap kekuasaan raja. Tuduhan itu tak disertai bukti kuat, tapi cukup untuk memicu konflik besar.

Tak terima dengan fitnah itu, Daeng Mangalle memilih melawan. Dia mengorbankan perlawanan bersenjata bersama ratusan pengikutnya yang juga berasal dari Makassar. 

Dari sinilah, jantung kekuasaan Siam mulai dilanda kerusuhan. 

"Sebagai Pangeran Makassar, dia tidak mungkin bertindak sebagai pengadu domba tapi lebih suka bertempur dan terbunuh secara terhormat," ungkap sejarawan Bernard Dorléan dalam Orang Indonesia & Orang Prancis, dari Abad XVI sampai dengan Abad XX (2006).

Awalnya, Raja Phara Narai mencoba melunak. Dia menawarkan pengampunan jika Daeng Mangalle mengakui rencana kudeta. Namun, sang bangsawan menolak. Dia merasa tak bersalah dan ogah tunduk pada tekanan. Maka, senjata pun kembali diangkat. 

Pasukan militer pimpinan perwira Prancis, Claude de Forbin, segera dikirim untuk mengepung permukiman Makassar di Ayuthia tempat Daeng Mangalle tinggal. Para prajurit Makassar melawan dengan keris dan berhasil membunuh tentara Siam. 

Forbin kemudian meminta bala bantuan dengan mengirim 40 tentara Portugis bersenjata lengkap dan modern. Terjadilah pertempuran sengit. 

"Orang-orang Makassar bergerak menginjak perut mereka dan membunuh semua yang dapat mereka jangkau. Benar-benar pembantaian yang mengerikan," tulis Forbin dalam catatannya.

Tak ingin kalah, Forbin mengirim ribuan tentara. Lagi-lagi, kekalahan telak menimpa. Tercatat 366 tentara Siam tewas. Sedangkan, korban di pihak Makassar hanya 17 orang. 

Raja akhirnya kembali mengajak Daeng Mangalle berunding dan memintanya mengakui kesalahan. Tapi, pria Makassar itu tegas menolak. Kesal, raja akhirnya memerintahkan serangan besar-besaran. Ribuan prajurit dikerahkan untuk mengepung Kampung Makassar. Mereka dibantu juga oleh 2 kapal perang, 22 kapal dayung, dan 60-an kapal kecil.

Meski hanya puluhan orang dan bersenjata keris, para pejuang Makassar bertahan mati-matian. Namun, akhirnya mereka kalah juga. Puluhan orang tewas, termasuk Daeng Mangalle. Riwayat sang bangsawan berakhir akibat luka parah setelah terkena lima tusukan tombak dan satu tembakan di tangan. 

"Akhirnya pertempuran itu berakhir jam 3 siang dengan menyerahnya 22 orang Makassar dan 33 mayat prajurit mereka dikumpulkan dari medan pertempuran," ungkap Forbin.

Sayangnya, kekalahan itu tak diakhiri dengan belas kasihan. Komandan Forbin dan pasukan Siam tidak memberi ampun kepada mereka yang selamat. Para pria dibantai habis-habisan. Sementara perempuan dan anak-anak dijual sebagai budak. 

Naskah ini merupakan bagian dari CNBC Insight yang menyajikan ulasan sejarah untuk menjelaskan kondisi masa kini dengan relevansinnya pada masa lalu. Lewat kisah seperti ini, CNBC Insight juga menghadirkan nilai-nilai kehidupan dari masa lampau yang bisa dijadikan pelajaran di hari ini.

(mfa/sef)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Pangeran Thailand Terusir dari Istana, Jadi Tukang Kebun di Bandung

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research