Jakarta, CNN Indonesia --
Anggota Komisi III DPR RI Soedeson Tandra merespons pelaporan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arsul Sani ke Bareskrim terkait tudingan ijazah doktor palsu.
Tandra mendorong Arsul Sani menjelaskan ke publik terkait tudingan tersebut. Menurutnya, langkah ini penting sebagai bentuk transparansi.
"Ya jadi gini, beliau itu kan pejabat publik kalau ada keraguan itu kan bentuk dari transparansi, ya beliau harus mengungkapkan dan menjelaskan kepada masyarakat. Menjelaskan kepada masyarakat apa-apa yang diduga begitu ya, beliau harus menjelaskan," kata Tandra, Minggu (16/11), dikutip dari detikcom.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tandra menyebut klarifikasi kepada masyarakat diperlukan sebagai tanggung jawab pejabat publik.
Ia lantas menyinggung soal proses mendapatkan gelar doktor yang panjang.
"Orang kalau kuliah doktor itu, baik itu by research maupun karena ikut pendidikan, semuanya itu kan harus di awal itu kan harus ikut perkuliahan. Minimal enam bulan atau satu tahun. Saya juga by research, tapi harus satu tahun kuliah itu," tutur Tandra.
Menurutnya, hakim MK memiliki tanggung jawab moral untuk berbicara kepada publik. Pembuktian keabsahan suatu ijazah sendiri, katanya, mudah saja dengan mengonfirmasi ke kampus terkait.
"Jadi beliau harus jelaskan beliau punya tanggung jawab moral, tanggung jawab etik sebagai pejabat publik yang harus terbuka. Sebenarnya persoalan ini gampang kok, misalnya kalau orang tanya saya, ya sudah you pergi aja ke UGM, tanya kan ada," jelas Tandra.
Tandra juga menanggapi pernyataan Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna yang heran mengapa pelapor mengadu ke Bareskrim, padahal DPR yang mengusulkan Arsul Sani sebagai Hakim MK.
Tandra menjelaskan DPR mengedepankan asas praduga tak bersalah. Ia khawatir akan ada dugaan politisasi jika DPR yang membuka hal ini.
"Gini loh, bagaimana kita DPR bisa membuka, kita kan ndak boleh dong, praduga bersalah itu enggak boleh kita, ya kan," terangnya.
"Akhirnya kepolisian dong ya kan, pelapornya ada dugaan begitu, beliau dateng klarifikasi, ya toh. Kalau lembaga DPR nanti takut dipolitisir lagi ya kan," imbuhnya.
Sebelumnya, I Dewa Gede Palguna mengaku heran dengan laporan dari Aliansi Masyarakat Pemerhati Konstitusi terhadap Hakim MK Arsul Sani terkait dugaan ijazah palsu ke Bareskrim.
Palguna mengatakan pelapor harusnya bertanya dulu ke DPR RI sebagai lembaga yang melakukan uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) Arsul Sani menjadi hakim MK.
"Saya, dan kami di MKMK, merasa agak ganjil mengapa tiba-tiba ke Bareskrim? Pak Arsul itu hakim konstitusi yang diusulkan oleh DPR. Maka, kalau terdapat dugaan penggunaan ijazah palsu, secara tidak langsung berarti para pelapor meragukan hasil uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh DPR. Begitu bukan?" kata Palguna kepada wartawan, Minggu (16/11).
(lom/dhf)

3 hours ago
3















































