Peta Baru Komoditas Pangan Dunia, Ada yang Moncer dan Tersungkur

4 hours ago 3

Emanuella Bungasmara Ega Tirta,  CNBC Indonesia

25 December 2025 19:10

Jakarta, CNBC Indonesia- Menjelang tutup tahun 2025, harga beras, gula, dan susu dunia jatuh bersamaan. Pada saat yang sama, teh dan kopi justru menguat.

Kontras ini muncul di hampir seluruh pasar utama dari Asia sampai Amerika dan menciptakan satu pola yang sulit diabaikan, komoditas yang menopang konsumsi harian sedang kehilangan harga, sementara komoditas berbasis selera dan gaya hidup menguat.

Melansir dari Trading Economics, perdagangan Desember menunjukkan hanya lima komoditas agrikultur yang masih mencatat kinerja positif secara Year-to-Date (YTD): wool (+33,54%), sunflower oil (+12,87%), tea (+9,22%), coffee (+8,19%), dan soybeans (+5,73%). Selebihnya, dari beras hingga produk susu, berada di wilayah merah-sebuah pembalikan dari logika pangan klasik.

Komoditas yang Menguat

Wool & Minyak Nabati
Wool memimpin reli dengan lonjakan +33,54% YTD, mengindikasikan pemulihan kuat sektor tekstil global. Sunflower oil menyusul dengan +12,87% YTD dan +14,90% YoY, menunjukkan pergeseran konsumsi minyak nabati dunia di tengah tekanan terhadap sawit dan kanola.

Teh dan Jejak Indonesia
Harga teh global naik +9,22% YTD, menjadikannya salah satu komoditas pangan paling stabil tahun ini. Kenaikan ini menemukan maknanya di Indonesia. Meski produksi nasional turun dari 517,4 ribu ton (2012) menjadi 492 ribu ton (2023), kualitas teh RI tetap mengunci pasar premium dunia.

Indonesia telah lama dikenal sebagai salah satu produsen teh terkemuka di dunia. Kelebihan teh Indonesia terletak pada kualitasnya yang tinggi, didukung oleh kondisi geografis yang ideal untuk pertumbuhan tanaman teh.

Sebagian besar produksi teh Indonesia diekspor ke berbagai negara, dengan Malaysia, Rusia, dan Amerika Serikat sebagai tiga negara tujuan utama.

Volume ekspor teh ke Malaysia mencapai 8.569 ton, diikuti oleh Rusia dengan 6.618 ton, dan Amerika Serikat (AS) dengan 3.258 ton. Kuatnya permintaan dari negara-negara ini menunjukkan posisi strategis teh Indonesia di pasar internasional. Besarnya permintaan dari AS dan Rusia juga menunjukkan jika teh RI sesuai dengan selera masyarakat kedua negara tersebut yang kerap bersitegang di kancah internasional.

Ekspor teh Indonesia mengalir deras ke Malaysia (8.569 ton), Rusia (6.618 ton), dan Amerika Serikat (3.258 ton)

Kopi dan Panggung Global

Harga kopi naik +8,19% YTD, mengonfirmasi bahwa kopi telah berubah dari minuman harian menjadi aset ekonomi global

Perdagangan kopi global ternyata dikuasai oleh segelintir negara.

Mengacu pada International Coffee Organization (ICO), per 2022, 83% ekspor kopi dunia (kategori 904: kopi non-roasted, non-decaffeinated) berasal hanya dari 10 negara. Lebih dari separuhnya tepatnya 58% masuk ke pasar Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (UE), Inggris, dan Kanada.

Brasil menjadi raksasa tak tertandingi di pasar ekspor kopi, mengirimkan 406,18 ribu ton ke Jerman, 445,26 ribu ton ke AS, dan 200,13 ribu ton ke Italia. Secara total, ekspor kopi Brasil tersebar ke puluhan negara dengan volume jutaan ton per tahun.

Vietnam menempati posisi kedua, dengan pasar terbesar di Jerman (225,77 ribu ton), AS (125,9 ribu ton), dan Italia (144,59 ribu ton). Kolombia mengunci posisi ketiga, mengirim 273,62 ribu ton ke AS, 45,11 ribu ton ke Jerman, dan 44,91 ribu ton ke Jepang.

Indonesia berada di kelompok papan tengah. Total ekspor kopi RI ke AS pada 2022 mencapai 61,02 ribu ton, jauh di bawah trio produsen utama.  Indonesia berada di peringkat ke-6 dengan volume 470 ribu ton pada.

Kopi RI mengalir ke AS (61 ribu ton), Jerman (35,6 ribu), Italia (23,6 ribu), Jepang (19 ribu), Rusia (22,7 ribu), dan Spanyol (17 ribu) . Artinya, ketika harga kopi dunia naik, Indonesia ikut menarik aliran uang dari pusat konsumsi dunia.

Para Korban: Beras, Gula, Susu

Dalam tabel komoditas, beras jatuh -30,05% YTD. Di pasar global, kejatuhannya bahkan lebih brutal. Harga beras dunia mendekati titik terendah sejak 2019, dengan kinerja -27,49% YTD dan -32,96% YoY.

FAO memproyeksikan produksi beras dunia musim 2025/26 mencapai 556,4 juta ton, naik 1,2% dari musim sebelumnya . India menjadi episentrum, dengan produksi melonjak ke 150,18 juta ton, naik 12,36 juta ton dalam setahun salah satu lonjakan terbesar dalam sejarah beras dunia . Dunia berpindah dari ketakutan kekurangan ke ketakutan kelebihan pasokan.

Di tengah oversupply itu, Indonesia justru menarik diri dari pasar global. Pada 2024, Indonesia adalah importir beras terbesar Thailand (1,33 juta ton). Namun pada 2025, Indonesia tidak membeli beras sama sekali karena mengejar swasembada dan lonjakan produksi domestik .
Cadangan Beras Pemerintah Per November 2025 mencapai 3,8 juta ton, sementara produksi nasional diproyeksikan 34,77 juta ton, menciptakan surplus sekitar 4,15 juta ton .

Ketika satu pembeli sebesar Indonesia menghilang, jutaan ton permintaan dunia lenyap dan harga runtuh.

Filipina juga menunda impor selama 60 hari, membuat ekspor Thailand ke Filipina anjlok 47,4% pada Januari-Juli 2025 . Harga beras Thailand 5% broken pun jatuh dari 512 (Desember 2024) ke 340 pada November 2025, turun sekitar 33% dalam 11 bulan . Dunia kehilangan dua pembeli besar sekaligus: Indonesia dan Filipina.

2025 menunjukkan pasar pangan dunia tidak lagi digerakkan oleh kebutuhan dasar semata, tetapi oleh struktur permintaan.

Komoditas seperti teh dan kopi yang punya pasar global, diferensiasi kualitas, dan jaringan distribusi kuat masih mampu menjaga harga. Sebaliknya, beras, gula, dan produk susu tenggelam karena diproduksi masif dalam kondisi pasar yang kelebihan pasokan.

Dalam konfigurasi ini, Indonesia memainkan dua peran sekaligus. Di sisi ekspor, teh dan kopi Indonesia terhubung langsung ke pusat konsumsi dunia. Di sisi impor, keputusan Indonesia menahan beras di dalam negeri ikut mengurangi penyerapan Asia terhadap surplus global. Peta harga 2025 mencerminkan hasilnya: sebagian komoditas Indonesia ikut terangkat, sementara sebagian lain ikut menyeret pasar turun.

CNBC Indonesia Research

(emb/emb)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research