Perjalanan Mobil Nasional: Dulu Gagal, Kini Bak Bangkit dari Mati Suri

13 hours ago 1

Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Prabowo Subianto tengah mengusung wacana mobil nasional di era pemerintahannya. Proyek mobil nasional ini bukan ide baru memang, sebab sudah ada sejak era Presiden Soeharto. 

Kini, PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) dan PT Pindad disebut-sebut sebagai pihak yang akan mengembangkan proyek mobil nasional yang diusung Presiden Prabowo. Perwakilan Teknologi Militer Indonesia (TMI), Verly Joshua, mengungkapkan bahwa pihaknya sudah menyiapkan kendaraan listrik tipe SUV dengan nama i2C. Mobil ini dikembangkan khusus untuk penggunaan sipil dan menjadi bagian dari program strategis TMI dalam pengembangan kendaraan listrik nasional. Mobil i2C sudah diperkenalkan pada ajang GIIAS 2025 lalu.

Perjalanan Ide Proyek Mobil Nasional

Jika ditelusuri ke beberapa dekade lalu, sekitar tahun 1970-an, pemerintah melontarkan ide proyek mobil nasional untuk melarang impor mobil, yang dilatarbelakangi keinginan mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap kendaraan impor. Kala itu, impor dilakukan dalam bentuk mobil utuh. 

Kemudian, PT Garuda Makmur Motor memproduksi mobil Mini Transportasi Rakyat yang berganti nama menjadi Mobil Rakyat Indonesia (Morina). Namun, mobil yang diklaim menggunakan sekitar 60% komponen lokal ini hanya bertahan 5 tahun.

Proyek mobil nasional muncul kembali di 1990-an. Proyek pertama adalah Maleo yang direncanakan akan menggunakan 80% komponen lokal, tapi rencana produksi massalnya dibatalkan.

Kemudian, Soeharto menerbitkan sejumlah kebijakan terkait pembangunan mobil nasional, yaitu Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pembangunan Industri Mobil Nasional. Serta, Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 1996 tentang Pembuatan Mobil Nasional. Aturan tersebut dibuat untuk memberi kemudahan bagi industri mobil nasional, salah satunya melalui insentif perpajakan.

Produksi mobil nasional selanjutnya digarap oleh Tommy Soeharto melalui PT Timor Putra Nasional yang memproduksi mobil Timor (Teknologi Industri Mobil Rakyat). Pada proyek ini, pemerintah memberi banyak fasilitas dan insentif, seperti pinjaman dalam jumlah besar. Ironisnya, meski diklaim menggunakan 60% komponen buatan dalam negeri, mobil ini ternyata diimpor secara utuh dari Korea Selatan, yaitu berupa KIA Sephia.

Timor bahkan digugat oleh World Trade Organization (WTO) karena diduga melanggar regulasi persaingan sehat terkait insentif eksklusif. Dukungan berlebihan yang diberikan pemerintah melanggar prinsip non-discrimination WTO.

Proyek serupa dijalankan oleh anak Soeharto yang lain, yaitu Bambang Trihatmodjo melalui kerja sama dengan Hyundai. Produk yang dihasilkan berupa Bimantara Nenggala dan Bimantara Cakra, yang pada dasarnya adalah Hyundai Elantra dan Hyundai Accent.

Namun, kedua proyek tersebut pada akhirnya juga gagal karena beragam faktor.

Pasca-Orde Baru Wacana Proyek Mobil Nasional "Menghilang"

Setelah orde baru runtuh, rencana proyek mobil nasional pun ikut hilang.

Rencana proyek mobil nasional muncul lagi pada tahun 2012. Rencana tersebut bermula ketika Joko Widodo (Jokowi) yang saat itu menjabat sebagai Walikota Solo, menggunakan Kiat Esemka sebagai mobil dinas. Mobil ini diklaim menggunakan 80% komponen lokal.

Pengembangan Esemka dilakukan sejak 2010 oleh PT Solo Manufaktur Kreasi (SMK). Saat pemilihan presiden 2014, Jokowi menjanjikan Esemka sebagai mobil nasional. Rencana produksi mobil Esemka berlanjut pada 2016, ketika PT SMK dan PT Adiperkasa Citra Lestari membentuk PT Adiperkasa Citra Esemka Hero. Namun, pabrik Esemka yang terletak di Boyolali baru diresmikan oleh Jokowi pada tahun 2019.

Pembuatan pabrik ini menghabiskan dana investasi sebesar Rp600 miliar, yang disebutkan murni berasal dari swasta nasional. Sebagian besar komponen mobil Esemka juga diklaim menggunakan komponen buatan lokal. Tetapi, pada akhirnya proyek Esemka hanya mengulang kegagalan proyek-proyek sebelumnya. Esemka bahkan pernah gagal uji emisi, membuat kepercayaan publik semakin menurun. 

Belakangan, Esemka sempat jadi sorotan saat muncul di ajang Indonesia International Motor Show (IIMS) 2023 silam. Hanya saja, dalam pameran otomotif itu, Esemka mengusung mobil listrik yang ternyata masih buatan China.

Meski ditegaskan, Esemka merupakan perusahaan yang milik WNI, bukan asing. Dan mempekerjakan karyawan lulusan SMK maupun diploma kejuruan.

Dan, pada Senin (27/11/2023) lalu, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla bahkan blak-blakan menyebut Esemka adalah proyek bohongan.

"Boong-boongan aja itu," katanya menjawab pertanyaan CNBC Indonesia dalam Konferensi Pers Economix di FISIP UI, Senin lalu (27/11/2023).

Mobil Nasional Era Prabowo: Maung?

Belakangan ini, rencana pembuatan mobil nasional kembali mencuat setelah Presiden Prabowo menyatakan Indonesia akan memiliki mobil buatan dalam negeri. Presiden Prabowo bahkan telah menggunakan mobil Maung yang diproduksi PT Pindad sebagai kendaraan dinas. Lebih lanjut, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan telah mengusulkan mobil nasional sebagai salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).

Dukungan yang diberikan pemerintah untuk pengembangan mobil Maung menjadi investasi awal bagi proyek mobil nasional kali ini. Sebagai langkah promosi, Presiden Prabowo bahkan telah menggunakan mobil Maung sebagai alat mobilitas kenegaraan, dan telah memandatkan pejabat-pejabat lain untuk melakukan hal serupa. Ini menjadi langkah strategis untuk memasarkan mobil nasional, sebagaimana yang kerap dilakukan oleh banyak kepala negara.

Hal seperti ini belum terjadi pada proyek mobil nasional sebelumnya seperti Timor dan Esemka, di mana Soeharto dan Jokowi tidak terlibat secara langsung.

Namun, dukungan tersebut belum cukup menjamin keberhasilan proyek mobil nasional kali ini. Dukungan yang berlebihan bahkan berpotensi mengulangi kegagalan seperti proyek Timor dan Esemka.

Masih banyak hal yang perlu dibenahi untuk mencapai ambisi mobil nasional. Salah satu tantangan utama adalah persaingan pasar otomotif yang ketat. Mobil nasional harus bersaing dengan merek-merek Jepang dan Eropa yang telah menguasai pasar. Belum lagi dengan kehadiran mobil China yang menawarkan kualitas canggih dengan harga lebih terjangkau.

Belum lagi, pemain dari negara tetangga RI di ASEAN, Vietnam, yaitu VinFast yang kini juga semakin getol merambah masuk pasar Indonesia. VinFast bahkan langsung mengikuti jejak pemain asing yang lebih dulu di Indonesia, membangun pabrik skala besar. Pabrik senilai sekitar Rp3,2 triliun itu disebut-sebut akan memproduksi sekitar 50.000-an unit mobil per tahun mulai 2026 nanti. Artinya, persaingan industri otomotif di Indonesia akan semakin ketat memperebutkan pasar yang memang masih menyimpan peluang sangat besar.

Di mana, rasio kepemilikan mobil di Indonesia ternyata masih tergolong rendah, terutama jika dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Di Malaysia, dari penyebaran 490 unit mobil dimiliki oleh 1.000 penduduk. 

Selain itu, yang harus diperhatikan adalah apakah mobil nasional mendapat dukungan dari semua pihak, baik masyarakat maupun pengusaha. Jika kepercayaan masyarakat rendah, mobil nasional akan semakin sulit diterima di pasar.

Apalagi dengan melihat track record buruk proyek-proyek mobil nasional sebelumnya, perlu jadi pelajaran untuk melanjutkan proyek mobil nasional.

Konsistensi pemerintah dalam membangun industri otomotif juga menjadi faktor kunci, mengingat pergantian kepemimpinan kerap disertai perubahan kebijakan. Oleh karena itu, diperlukan kerangka regulasi yang kuat untuk menjamin keberlanjutan proyek ini.

Untuk bisa membuat regulasi yang jelas, definisi mobil nasional pun harus jelas. Apakah mobil nasional yang dimaksud adalah mobil yang diproduksi oleh pemerintah Indonesia atau perusahaan swasta milik Indonesia atau perusahaan asing yang berproduksi di Indonesia. Jika yang dimaksud adalah sekadar mobil yang diproduksi di Indonesia, sejumlah perusahaan otomotif Jepang telah memproduksi mobil dengan menggunakan 90% komponen buatan dalam negeri.

Pengembangan mobil nasional juga berpotensi menguras banyak sumber daya, terutama pendanaan sebab industri otomotif merupakan industri padat modal.

Belum lagi dengan status PSN yang disematkan, menambah beban proyek ini untuk bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi dengan sektor swasta untuk bisa mempercepat realisasi mobil nasional. Penguatan kerangka regulasi akan menarik sektor swasta untuk turut terlibat dalam pengembangan proyek mobil nasional.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(dce)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research