REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pasca bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera, aksi kepedulian terhadap lingkungan mulai bermunculan dari kalangan masjid. Salah satunya dilakukan melalui pembangunan Masjid Eco Wakaf di kawasan Kampoong Ecopreneur, Kecamatan Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, yang disertai pembagian 1.000 bibit pohon kepada masyarakat.
Pembagian bibit pohon tersebut dilakukan bertepatan dengan peletakan batu pertama pembangunan Masjid Eco Wakaf pada Ahad (21/12/2025) lalu. Kegiatan ini diinisiasi oleh Kampoong Ecopreneur sebagai bagian dari gerakan dakwah lingkungan dan wakaf produktif berbasis komunitas.
Peletakan batu pertama dilakukan oleh para pendiri Kampoong Ecopreneur yaitu Jamil Azzaini. Acara tersebut dihadiri sekitar 130 tamu undangan, termasuk para founder Kampoong Ecopreneur, di antaranya Sofie Beatrix, Teguh Arif, Atok R Aryanto, Burhan Sholihin, Deka Kurniawan, Aris Ahmad Jaya, Nurdin Razak, dan Muhammad Subhan. Dalam kesempatan tersebut juga dilakukan penanaman pohon secara simbolis serta pembagian bibit kepada seluruh undangan.
Jamil menjelaskan Masjid Eco Wakaf dibangun di atas lahan wakaf seluas 1,5 hektare dan dirancang tidak hanya sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat pembelajaran spiritual, ecopreneurship, serta pengembangan wakaf produktif yang berpihak pada kelestarian lingkungan dan pemberdayaan masyarakat.
Ia menilai, bencana banjir yang terjadi di Sumatera menjadi peringatan serius bagi masyarakat untuk memperbaiki relasi dengan alam.
“Banjir di Sumatera adalah alarm keras. Ini bukan sekadar bencana alam, tetapi akibat dari cara kita memperlakukan alam. Kalau relasi manusia dengan alam terus rusak, bencana hanya soal waktu,” kata Jamil.
Menurutnya, Kampoong Ecopreneur hadir sebagai respons atas berbagai krisis yang saling berkaitan, mulai dari kerusakan lingkungan, lemahnya pemberdayaan ekonomi masyarakat, hingga persoalan kesehatan mental.
“Kita menghadapi tiga krisis sekaligus: krisis lingkungan, krisis entrepreneur yang benar-benar memberdayakan masyarakat, dan krisis kesehatan mental. Kampoong Ecopreneur hadir untuk menjawab itu secara utuh, bukan sepotong-potong,” ujarnya.
Sebagai aksi nyata, Kampoong Ecopreneur membagikan 1.000 bibit pohon kepada tamu undangan dan masyarakat sekitar. Jamil menegaskan kegiatan ini bukan sekadar simbolik.
“Menanam pohon itu bukan kegiatan seremonial. Ini pernyataan sikap. Kalau kita ingin selamat dari krisis ekologis, kita harus mulai mengembalikan fungsi alam, bukan hanya membicarakannya di forum,” katanya.
Selain fokus pada isu lingkungan, Kampoong Ecopreneur juga menyiapkan program pemberdayaan ekonomi masyarakat. Dalam waktu dekat, pengelola akan membagikan 100 sarang lebah madu klanceng kepada warga sekitar Leuwisadeng, Kabupaten Bogor, yang akan didampingi hingga menjadi sumber penghasilan.
“Kami tidak ingin masyarakat hanya jadi penonton. Mereka harus jadi pelaku ekonomi. Lebah madu ini akan kami dampingi sampai menjadi sumber penghasilan. Target kami, Leuwisadeng menjadi sentra madu yang meningkatkan kesejahteraan warga,” ujar Jamil.
Di kawasan Kampoong Ecopreneur juga akan dibangun pusat ecotherapy bernama Kampoong Hening. Fasilitas ini difokuskan pada terapi, pelatihan, dan pendampingan kesehatan mental berbasis alam, khususnya bagi kelompok usia produktif yang mengalami tekanan psikologis.
“Banyak orang tampak baik-baik saja, tetapi sebenarnya lelah secara mental. Kampoong Hening kami rancang sebagai ruang pemulihan, tempat orang kembali tenang dan menemukan makna hidupnya,” kata Jamil.
Kampoong Ecopreneur dirancang sebagai ekosistem terpadu yang memadukan spiritualitas, kewirausahaan berkarakter, pelestarian lingkungan, dan wakaf produktif. Inisiatif ini diharapkan menjadi model pembangunan berbasis komunitas yang berkelanjutan dan dapat direplikasi di berbagai wilayah.
Seluruh kegiatan Kampoong Ecopreneur didanai dari dana umat melalui zakat, infak, sedekah, dan wakaf produktif. Saat ini, sejumlah pengusaha telah menitipkan wakaf produktifnya, di antaranya Yayasan STIFIn Institute yang menyerahkan hak pengelolaan 10 cabang STIFIn di 10 kota senilai Rp 5 miliar, serta satu cabang usaha kuliner Hara Chicken. Unit usaha tersebut tidak hanya berorientasi pada profit, tetapi juga mempekerjakan karyawan disabilitas dan menjadi laboratorium bisnis bagi para santri.

2 hours ago
2












































