Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Kesehatan meluncurkan kampanye Gerakan Berhenti Merokok di Jakarta, Rabu (11/6/2025). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga mencatat Indonesia sebagai salah satu negara dengan prevalensi perokok tertinggi di dunia, dengan proyeksi peningkatan dari 31,7% (2000) menjadi 37,5% pada 2025.
Menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 dari Kementerian Kesehatan RI, terdapat sekitar 70 juta perokok aktif di Indonesia, dan 7,4% di antaranya berusia 10-18 tahun. Lebih mengerikan lagi, 300.000 orang Indonesia meninggal setiap tahun akibat penyakit terkait rokok.
Dalam peluncuran kampanye Gerakan Berhenti Merokok, Ketua Persatuan Wicara Esofagus Indonesia, Hotib, dengan suara parau, membagikan perjuangannya melawan adiksi nikotin.
"Saya dulu merokok dua bungkus sehari. Sekarang tenggorokan saya bolong, seperti gambar di bungkus rokok itu. Ini saya bicara tanpa pita suara," ujar Hotib.
Ia mendesak anak muda untuk tidak menunggu sampai tubuh mereka rusak. "Kalau ingin menyongsong Indonesia Emas, jaga kesehatan mulai sekarang. Memang sulit berhenti, tapi pemerintah, tenaga medis, dan perusahaan seperti Kenvue sudah menyediakan alternatif dan bantuan. Gunakan itu," kata ia.
Menurut Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K), Penasehat PDPI dan Direktur RSUP Persahabatan, berhenti merokok bukan soal niat semata. "Yang membuat sulit ada empat, yaitu kecanduan nikotin, efek sakau (withdrawal), kebiasaan sehari-hari, dan pengaruh lingkungan. Kalau tak dikelola, sulit berhasil," jelasnya.
Padahal survei menunjukkan, 63,4% perokok ingin berhenti, namun mayoritas gagal bila tanpa pendampingan profesional.
NRT sebagai Solusi Klinis yang Efektif
Pendekatan medis melalui NRT terbukti dapat meningkatkan keberhasilan berhenti merokok hingga 5 kali lipat. Bentuknya pun beragam, mulai dari permen karet, plester kulit, hingga semprot mulut. Tapi, menurut Prof. Agus, obat saja tidak cukup.
"Harus dikombinasi dengan konseling dan terapi perilaku. Bahkan, kombinasi NRT dan bupropion di luar negeri bisa tingkatkan keberhasilan hingga 90%," paparnya.
Direktur P2PTM Kemenkes RI, dr. Siti Nadia Tarmizi menekankan pentingnya gerakan sosial yang tumbuh dari komunitas. "Kampanye yang lahir dari masyarakat akan lebih berhasil daripada sekadar program pemerintah," tegasnya.
Dukungan juga datang dari sektor swasta. Marketing Director Kenvue Indonesia, Fika Yolanda menyatakan pihaknya siap menyediakan akses produk NRT sebagai solusi klinis, bukan gaya hidup.
"Kami juga berkomitmen memberikan edukasi digital dan pelatihan bagi tenaga kesehatan agar publik mendapatkan informasi yang benar tentang terapi berhenti merokok," kata Fika.
(hsy/hsy)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Preventive Care Jadi Arah Baru Bisnis Layanan Kesehatan
Next Article Dokter Lulusan Luar Negeri Bisa Praktik di RI, Ini Syaratnya