Jemaah Haji RI Tak Bisa Pulang, Ditelantarkan Travel di Gurun Arab

1 day ago 3

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah lebih dari satu bulan beribadah di Tanah Suci, kedatangan jemaah haji dari Makkah ke Indonesia selalu menjadi momen yang dinanti banyak orang. Namun, tidak semua kepulangan jemaah berjalan lancar.

Sejarah mencatat, ada masa kelam ketika jemaah haji Indonesia sempat terlantar karena ulah travel nakal bermasalah. Kejadian ini terjadi pada 132 tahun lalu dan melibatkan travel bernama Herklots. 

Terlantar di Gurun Arab

Sekitar tahun 1890-an, seorang pria asal Indramayu bernama Johannes Gregorius Mariannus Herklots mencuat namanya di kalangan peziarah haji asal Hindia Belanda (sekarang Indonesia). Dia awalnya bekerja di salah satu biro perjalanan haji paling ternama saat itu, yakni Travel Knowles & Co.

Hampir setiap tahun, Herklots dipercaya untuk mendampingi ribuan jemaah haji dari Tanah Air menuju Tanah Suci. Berbekal pengalaman bertahun-tahun, dia sangat memahami seluk-beluk proses keberangkatan dan pemulangan jemaah.

Karena loyalitas dan keahliannya, dia pun akhirnya diangkat menjadi semacam kepala cabang Knowles & Co di Makkah. Namun, justru di titik inilah pria kelahiran 1860 tersebut mulai menyimpang.

Dengan memanfaatkan kepercayaan yang diberikan padanya, dia menjalankan bisnis gelap secara diam-diam. Modusnya adalah meminta uang dari para jemaah sekitar 500 gulden dengan dalih sebagai biaya perjalanan pulang.

Padahal, permintaan itu tidak termasuk dalam aturan firma Knowles & Co.

Aksi curang Herklots tak berlangsung lama. Modus tersebut akhirnya terendus oleh otoritas Arab. Dalam sebuah arsip berjudul "Laporan Konsulat Hindia Belanda di Jeddah Tahun 1893", disebutkan bahwa Herklots ditegur keras dan diminta mengembalikan uang para jemaah.

"Setelah berulang kali ditegur, dia akhirnya menyerahkan sejumlah 500 gulden kepada Konsul Belanda sebagai jaminan untuk mengembalikan uang tersebut," tulis laporan itu.

Namun, teguran itu tidak cukup untuk membuat Herklots jera. Setelah kejadian pertama, dia justru melanjutkan aksi penipuan serupa. Sejarawan Henry Chambert-Loir dalam Naik Haji di Masa Silam (2013) menceritakan, bedanya kali ini dia sudah keluar dari Knowles & Co. dan mendirikan biro perjalanannya sendiri, yakni Travel Herklots.

Untuk membiayai operasional travel miliknya, dia mencari pemodal. Dia pun kembali melakukan tipu daya, yakni berpura-pura masuk Islam agar bisa mendapat kepercayaan dari otoritas Makkah. Upaya ini berhasil. Dia mendapatkan suntikan dana sebesar 150 ribu gulden.

Dengan modal tersebut, dia mencarter kapal dan kembali merekrut jemaah haji asal Indonesia untuk ikut serta dalam program pemulangannya. Dia menawarkan biaya jauh lebih murah dibanding biro lain, yaitu 37 ringgit, sehingga banyak orang tergiur.

Rute perjalanan yang ditawarkan dari Makkah menuju Jeddah menggunakan unta. Lalu dari Jeddah naik kapal laut ke Indonesia. Di sinilah inilah awal dari kekacauan besar.

Meski sudah dapat ratusan ribu gulden dari jemaah dan investor, Herklots hanya mencarter satu kapal yang tidak bisa menampung ribuan jemaah sekaligus. Uang sisanya malah dipakai untuk kepentingan sendiri. 

Akibatnya, ribuan jemaah terlantar di Jeddah, menunggu giliran untuk bisa pulang. Proses pemulangan yang seharusnya berjalan cepat justru memakan waktu berbulan-bulan. Sebab kapal harus bolak-balik 1-2 kali pelayaran untuk mengangkut semuanya.

Situasi di Jeddah pun jadi mengenaskan. Dalam masa tunggu, para jemaah harus tinggal dalam kondisi serba kekurangan. Mereka tidur tanpa alas di tanah gurun dan beratapkan langit. 

Di kapal pun kondisi juga memprihatinkan. Para jemaah tinggal berdesakan dan jauh dari kenyamanan. Bahkan, untuk mendapat makanan harus berkelahi. 

"Kalau tidak berebut begitu tentu tidak dapat makanan sehingga ada yang sampai berkelahi dan ada yang terbakar," ungkap salah satu jemaah haji, dikutip dari arsip "Surat dari Stoomvaart Maatschappij Nederland kepada Menteri Luar Negeri" tertanggal 7 Desember 1983.

Pemerintah Turun Tangan

Kondisi para jemaah haji Indonesia membuat pemerintah kolonial Hindia Belanda di Batavia turun tangan. Pemerintah bersurat kepada otoritas Makkah dan Turki. Namun, keduanya tak bisa melakukan penanganan lebih lanjut. 

Akhirnya, pada 18 Agustus 1893, Herklots dikirim ke Batavia (kini Jakarta) untuk diadili. Tuntutannya adalah pemerasan dan penipuan. Tapi, hakim berkata lain dan melihat tindakan pria asal Cirebon itu tidak melanggar hukum. Herklots pun dibebaskan dan memulai bisnis travel kembali.

Hanya saja, bisnis travel kali ini berjalan terjal. Herklots tak lagi dipercaya. Apalagi pemerintah juga sudah memperketat operasional bisnis travel haji. Dia pun terkena dampak dan terus merugi. Akhirnya, dia pun memilih mengasingkan diri dan tak lagi terjun di dunia bisnis. 


(mfa/mfa)
[Gambas:Video CNBC]

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research