Arkeolog Temukan Bukti Gerai Fast Food di Era Romawi Kuno

22 hours ago 4

Jakarta, CNBC Indonesia - Gerai makanan fast food atau cepat saji ternyata sudah pernah ada di zaman Romawi kuno. Ini terbukti dari temuan para arkeolog di sisa-sisa reruntuhan kios makanan di Pulau Mallorca, Romawi.

Para ahli mengungkapkan bahwa burung ada dalam menu makanan 2.000 tahun yang lalu. Tulang burung anis juga ditemukan di lubang sampah dekat reruntuhan kuno sebuah toko makanan cepat saji. Hal ini memberikan petunjuk baru kepada peneliti tentang jajanan fast food pada era Romawi.

"Berdasarkan tradisi kuliner lokal di Mallorca--tempat burung song thrush (poksai penyanyi) masih sesekali dikonsumsi--saya dapat mengatakan dari pengalaman pribadi bahwa rasanya lebih mirip dengan burung buruan kecil seperti burung puyuh daripada ayam," kata Alejandro Valenzuela, seorang peneliti di Mediterranean Institute for Advanced Studies di Mallorca, Spanyol, kepada Live Science melalui email.

Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan dalam International Journal of Osteoarchaeology, Valenzuela merinci analisisnya tentang kumpulan tulang hewan yang ditemukan di kota kuno Pollentia, yang didirikan setelah bangsa Romawi menaklukkan Kepulauan Balearic pada tahun 123 sebelum Masehi. Pollentia dengan cepat menjadi pelabuhan Romawi yang aktif, dan kota tersebut berkembang hingga mencakup kuil, pemakaman, dan jaringan pertokoan.

Salah satu toko ini kemungkinan berfungsi sebagai popina, sebuah tempat kecil tempat penduduk setempat dapat berkumpul dan menikmati makanan ringan atau anggur. Hal itu karena para arkeolog menemukan adanya enam guci minuman besar yang tertanam di meja dapur.

Di dekatnya, sebuah lubang pembuangan kotoran sedalam 4 meter berisi sampah, termasuk pecahan keramik yang menunjukkan bahwa lubang tersebut digunakan antara tahun 10 sebelum masehi dan 30 masehi, bersama dengan berbagai tulang mamalia, ikan, dan burung.

Namun, Valenzuela tertarik menyelidiki peran burung kecil dalam makanan orang Mallorca kuno, karena tulang mereka yang rapuh sering kali tidak terawetkan dengan baik di situs arkeologi. Namun, di lubang Pollentia, terdapat lebih banyak tulang dari burung anis daripada dari jenis burung lainnya.

Valenzuela menemukan sebuah pola unik, yakni terdapat banyak tengkorak dan tulang dada (sterna) dari burung kecil, namun hampir tidak ada tulang lengan dan kaki atau tulang dada bagian atas, yang dikaitkan dengan bagian tubuh burung yang paling berdaging.

"Tidak adanya bagian berdaging pada bangkai burung seolah menunjukkan bahwa burung anis dikonsumsi secara luas, menjadi bagian dari makanan sehari-hari dan ekonomi makanan perkotaan di Pollentia," tulis Valenzuela dalam penelitian tersebut.

Catatan sejarah menunjukkan bahwa pemburu Romawi kerap menangkap burung menggunakan jaring atau perangkap lubang, lalu menjualnya ke tempat eceran yang memasaknya dan mendistribusikannya sebagai makanan.

Berdasarkan bukti temuan tulang, Valenzuela menduga burung-burung itu disiapkan dengan membuang tulang dada untuk meratakan dada. Teknik ini memungkinkan penjual makanan memasak burung dengan cepat baik di atas panggangan atau digoreng dalam minyak.

Keramik pecah yang ditemukan di lubang pembuangan dapat menunjukkan bahwa burung tersebut disajikan di piring seperti halnya di tempat makan di rumah.

"Namun, mengingat ukurannya yang kecil dan konteks makanan kaki lima, sangat mungkin burung itu disajikan di tusuk seperti sate agar lebih mudah dipegang," paparnya.


(hsy/hsy)
[Gambas:Video CNBC]

Next Article Arkeolog Temukan Makam Dukun Sakti yang Layani Istana Firaun

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research