Jakarta,CNBC Indonesia- Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) tampak ambruk dengan signifikan dalam waktu singkat. Pelemahan rupiah ini berdampak besar terhadap harga barang yang diimpor, mulai dari gandum hingga gula.
Nilai tukar rupiah melemah 0,38% ke posisi Rp 15.920/US$1 pada perdagangan Kamis (21/11/2024). Pelemahan tersebut membawa rupiah ke posisi terlemah sejak 12 Agustus 2024 atau dalam tiga bulan terakhir. Rupiah semakin mendekati level Rp 16.000/US$1.
Sepanjang bulan nilai tukar rupiah sudah melemah 1,5%
Pelemahan rupiah ini dipicu oleh penguatan indeks dolar AS (DXY), yang melonjak dari 100,91 menjadi 106,68 pada periode yang sama. Salah satu pemicunya adalah ekspektasi kemenangan Donald Trump dalam pemilu AS, yang memicu optimisme pasar terhadap kebijakan ekonomi pro-AS.
Namun, pelemahan rupiah membawa dampak besar pada barang impor. Tidak hanya barang modal seperti mesin dan alat elektronik, tetapi juga kebutuhan pokok yang menjadi tumpuan masyarakat, seperti gandum, gula, kedelai, hingga susu.
Berdasarkan data BPS untuk Januari-Agustus 2024, Indonesia mengimpor gandum sebesar US$1,93 miliar dengan volume mencapai 6,7 juta ton. Gandum, yang 100% dipasok dari luar negeri, menjadi bahan utama produk makanan seperti mie instan dan roti. Dengan pelemahan rupiah, harga produk berbasis gandum kemungkinan akan meningkat signifikan, mengingat ketergantungan total pada impor.
Gula menjadi komoditas penting lainnya, dengan nilai impor mencapai US$1,91 miliar. Mayoritas gula ini didatangkan dari Thailand, yang mendominasi pasar ekspor gula di Asia Tenggara. Di tengah tingginya konsumsi gula dalam minuman manis dan makanan di Indonesia, pelemahan rupiah dapat menyebabkan lonjakan harga, menggerus daya beli masyarakat.
Selain itu, kedelai, yang mencapai impor US$1,01 miliar, juga terdampak. Sebagai bahan utama untuk tahu dan tempe, makanan favorit masyarakat Indonesia, kenaikan harga kedelai akan langsung terasa di dapur rumah tangga.
Tekanan pada rupiah juga memengaruhi impor barang modal. Data menunjukkan bahwa alat mesin, peralatan listrik, dan elektronik menyumbang impor terbesar, senilai US$40,11 miliar pada Januari-Agustus 2024. Biaya produksi industri dalam negeri yang bergantung pada komponen impor kemungkinan akan melonjak, memicu kenaikan harga produk akhir, dari kendaraan hingga perangkat elektronik.
Impor susu, dengan nilai mencapai US$979 juta, menjadi perhatian lain. Produk olahan susu seperti keju dan yoghurt, yang semakin digemari masyarakat urban, diprediksi akan terkena dampak pelemahan rupiah. Demikian pula dengan kakao dan produk olahannya, senilai US$804 juta, yang merupakan bahan baku utama industri cokelat nasional.
Ketergantungan pada impor pangan, seperti beras senilai US$1,72 miliar, semakin memperbesar risiko kenaikan harga. Di tengah pelemahan rupiah, kebutuhan pangan impor ini menjadi tantangan besar bagi pemerintah untuk menjaga stabilitas harga dalam negeri.
Ketergantungan Indonesia pada impor, baik untuk barang modal maupun kebutuhan pokok, menjadikan pelemahan rupiah ancaman nyata bagi daya beli masyarakat. Dengan indeks dolar AS yang terus menanjak, diperlukan upaya strategis untuk memperkuat cadangan devisa dan mengurangi ketergantungan pada impor melalui penguatan sektor produksi lokal.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)