Menapak Kenangan Dua Dekade Sekolah Tumbuh di Jogja National Museum

18 hours ago 4

Image Fahra putri prihatin

Wisata | 2025-11-01 21:00:59

(Lukisan-lukisan karya murid-murid Sekolah Tumbuh. Dok: pribadi penulis)

Langit Yogyakarta tampak mendung ketika saya melangkah keluar dari Stasiun Tugu. Tujuan saya adalah menghadiri Pameran Reunion: Dua Dekade Sekolah Tumbuh, sebuah pameran yang konon tak sekadar menampilkan foto-foto, tapi juga kenangan dan perjalanan sebuah sekolah. Google Maps menunjukkan jalur pejalan kaki tercepat ke Jogja National Museum dengan melewati perkampungan kecil di tengah kota.

Pada awalnya saya ragu, tapi langkah terus saya ayunkan. Jalanan menanjak dan juga menurun, di sisi kiri kandang sapi dan kambing terhampar luas. Dari kejauhan, terdengar kokok ayam, suara kambing, dan deru motor milik bapak-bapak sekitar. Tak lama, saya melewati pemakaman desa, yang berada di atas bukit kecil. Udara lembap bercampur aroma tanah dan pepohonan, menciptakan suasana khas setelah hujan yang tenang. Dalam hati saya bertanya, “Apa benar jalannya lewat sini?” Tapi tak lama, gerbang pintu masuk Jogja National Museum muncul di tikungan. Saya sampai.

Begitu memasuki area museum, suasananya langsung berubah hangat. Halaman dipenuhi orang-orang yang tersenyum, saling melambaikan tangan. Ruang galeri museum dipadati alumni, orang tua, dan guru yang sudah lama tak bertemu. Dinding-dinding putih penuh dengan foto-foto perjalanan dua puluh tahun Sekolah Tumbuh dari bangunan pertama Sekolah Tumbuh tahun 2005 hingga kegiatan siswa terkini. Setiap foto seolah hidup, menyimpan kenangan yang tak lekang oleh waktu.

“Temanya reunion,” ujar Yaning, panitia perlengkapan acara, sambil tersenyum. “Kami ingin menghadirkan kembali semangat awal berdirinya Sekolah Tumbuh, melihat bagaimana sekolah ini berkembang dari dulu sampai sekarang.”

Pameran ini menjadi puncak perayaan dua dekade Sekolah Tumbuh Yogyakarta, yang berlangsung selama sepuluh hari, sejak Jumat (17/10/2025) hingga Minggu (26/10/2025), di galeri Jogja National Museum. Rangkaian kegiatan ulang tahun sebenarnya telah dimulai sejak 12 Maret 2025, bertepatan dengan hari berdirinya sekolah. Dimulai dengan tumpengan, dilanjutkan bakti sosial, seminar pendidikan, dan Tumbuh Fair. Pameran inilah yang menjadi penutup seluruh rangkaian, menandai perjalanan panjang sekolah dalam membangun komunitas belajar yang inklusif dan berakar pada nilai kemanusiaan.

Empat kurator berkolaborasi menata konsep dan visual pameran ini: dua orang tua siswa SD Tumbuh 2, satu dari SD Tumbuh 3, dan satu lagi alumni sekolah. Kolaborasi lintas generasi ini menjadi cerminan semangat yang selalu dihidupi Sekolah Tumbuh yang menunjukkan bahwa pendidikan bukan hanya urusan guru dan siswa, tapi juga seluruh komunitasnya.

“Yang paling menyenangkan itu bisa ketemu lagi dengan anak-anak yang dulu saya ajar,” tutur Purneng, galeri sitter di Pameran Sekolah Tumbuh. “Ada yang sekarang sudah kuliah, ada yang kerja. Rasanya seperti melihat anak sendiri tumbuh besar.”

Beberapa alumni datang bersama keluarga mereka. Seorang pengunjung menunjuk foto masa kecilnya di dinding sambil tertawa, “Ini aku waktu kelas tiga!” Anak kecil di sebelahnya ikut menatap kagum, seolah tak percaya ibunya pernah sekecil itu. Suasana hangat dan akrab terasa di setiap sudut ruangan.

Selain menampilkan foto dokumentasi, pameran ini juga menghadirkan karya seni siswa. Lukisan warna-warni terpajang berjejer, menggambarkan bagaimana anak-anak Sekolah Tumbuh memandang dunia dengan penuh warna dan imajinasi.

“Sebagai publik yang belum pernah mendengar Sekolah Tumbuh, saya merasa pameran ini unik,” ujar Indah, salah satu pengunjung. “Biasanya pameran itu menampilkan karya profesional, tapi di sini justru karya anak-anak yang jujur dan apa adanya. Lukisannya menggambarkan betapa colourful kehidupan mereka.”

Di salah satu ruangan, terpajang dokumentasi drama musikal “KARGO” berupa properti panggung, drama musikal “KARGO” ini merupakan proyek kolaborasi SD Tumbuh 2 tahun 2019. Pertunjukan ini melibatkan seluruh siswa dari kelas bawah hingga atas, bekerja sama dengan orang tua dan music director Balance Perdana.

“KARGO menceritakan keluarga yang menemukan hewan langka saat berlibur seperti orang utan, komodo, dan cendrawasih. Itu bentuk kepedulian kami terhadap satwa Indonesia yang makin langka,” ujar Purneng. Video pertunjukkan yang ditampilkan di sebelah properti ketika anak-anak berpakaian hewan khas Indonesia menjadi daya tarik tersendiri, mengingatkan pengunjung akan semangat kreatif yang menjadi ciri Sekolah Tumbuh.

Sementara itu, di ruangan lain, suasananya berubah lebih ramai. Sebuah band alumni SMP Sekolah Tumbuh tampil membawakan lagu dari The Sigit dan The Strokes. Penonton yang sebagian besar siswa, alumni, dan orang tua ikut bernyanyi kecil, bertepuk tangan mengikuti irama. Sorakan terdengar ketika vokalis mulai menyanyikan lagu.

(Suasana ruang performance, grup band alumni SMP Sekolah Tumbuh sedang melakukan pertunjukkan band. Dok: pribadi penulis)

Setelah keluar dari ruang pamer, suasana berubah lebih meriah. Beberapa booth berjajar di ruangan yang berbeda, menjual makanan, batik, dan aksesori buatan tangan. Di sudut ruangan yang lain, beberapa pengunjung tampak mengikuti lokakarya membuat bunga dari daun pandan, kegiatan yang cukup sederhana, tapi menggambarkan sisi kreatif sekolah yang berpadu dengan nilai keberlanjutan.

(Suasana pembuatan bunga dari daun pandan yang diikuti oleh orang tua serta murid. Dok: pribadi penulis)

Menurut Yaning, kegiatan ini bukan sekadar nostalgia, tapi juga bentuk refleksi dan promosi terbuka. “Kami ingin menunjukkan bagaimana sekolah ini terus tumbuh dan beradaptasi tanpa kehilangan nilai dasarnya,” jelasnya. Sementara bagi Purneng, reuni ini adalah perayaan emosional. “Ketemu murid lama yang sekarang udah punya anak, rasanya luar biasa. Saya masih ingat wajah mereka waktu kecil,” katanya dengan mata berbinar.

Acara puncak Dua Dekade Sekolah Tumbuh akan ditutup dengan upacara penutupan pada Minggu (26/10) pukul 15.00 WIB. Namun, kenangan yang dihidupkan lewat foto, musik, dan pertemuan ini akan bertahan lebih lama seperti semangat belajar yang terus tumbuh dari generasi ke generasi, mengakar kuat di hati semua yang pernah menjadi bagian dari sekolah ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research