Kaukus Kebebasan Akademik Tolak Usulan Soeharto Pahlawan Nasional

7 hours ago 5

Jakarta, CNN Indonesia --

Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menolak usulan Presiden ke-2 Indonesia, Soeharto, sebagai pahlawan nasional.

Menurut KIKA, masuknya Soeharto dari 40 nama yang diusulkan Kementerian Sosial kepada Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan (GTK) untuk dijadikan pahlawan nasional merupakan pengkhianatan atas semangat reformasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) menyatakan penolakan tegas terhadap wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto, mantan Presiden Republik Indonesia yang berkuasa selama lebih dari tiga dekade (1966-1998)," ujar KIKA dikutip dari laman resminya, Sabtu (1/11).

KIKA memandang pemberian gelar pahlawan nasional ini bukan hanya bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan demokrasi, tetapi juga merupakan luka baru bagi korban pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa Orde Baru.

Pemerintahan Orde Baru dinilai meninggalkan warisan buruk berupa budaya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN), pembungkaman kebebasan pers, dan pelemahan institusi demokrasi.

"Di bawah rezim Soeharto, kekuasaan dijalankan dengan kekerasan negara, pembungkaman kebebasan berpikir, dan praktik korupsi yang sistemik," ungkap KIKA.

KIKA menyinggung beberapa peristiwa pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa pemerintahan Soeharto, antara lain Peristiwa 1965-1966, Penembakan Misterius atau Petrus (1982-1985), Peristiwa Tanjung Priok (1984), Peristiwa Talangsari (Lampung, 1989), Operasi Militer di Aceh (DOM, 1989-1998).

Kemudian Rumoh Geudong dan Pos Sattis (Aceh), Penghilangan Paksa Aktivis (1997-1998), Peristiwa Trisakti, Semanggi I & II (1998-1999), Kerusuhan Mei 1998, dan Pembunuhan Dukun Santet (1998-1999).

Selain pelanggaran HAM, KIKA mengutip Transparency International (2004) yang menobatkan Soeharto sebagai pemimpin paling korup di dunia dengan estimasi penggelapan dana publik sebesar US$15-35 miliar.

Lebih lanjut, usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto juga menciptakan kontradiksi moral yang mendalam.

Sebab di sisi lain, buruh perempuan yang menjadi simbol perjuangan keadilan dan kebebasan berserikat serta menjadi korban kekerasan negara pada era Orde Baru, Marsinah, juga diusulkan menjadi pahlawan nasional oleh Kementerian Sosial.

"Menjadikan Soeharto sebagai pahlawan sementara Marsinah adalah korban dari sistem represif yang ia bangun adalah bentuk ironi sejarah dan penghinaan terhadap perjuangan kemanusiaan," tegas KIKA.

Bahkan, pada tahun 2023, negara melalui Presiden Joko Widodo secara resmi mengakui terjadinya 12 pelanggaran HAM berat masa lalu, dan sebagian besar di antaranya terjadi di masa Orde Baru di bawah kekuasaan Soeharto.

"Fakta ini menegaskan bahwa Soeharto bukan figur kepahlawanan, melainkan simbol kekerasan negara yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan dan demokrasi yang diperjuangkan sejak reformasi 1998," tulis KIKA.

"Upaya menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional jelas-jelas merupakan pengkhianatan terbesar terhadap mandat rakyat sejak 1998," tandasnya.

Atas sejumlah persoalan tersebut di atas, KIKA menyampaikan desakan sejumlah hal yakni:

  1. Menolak secara tegas wacana pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto.
  2. Menuntut negara harus mengakui dan menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu, serta memberikan keadilan kepada para korban.
  3. Menegaskan pentingnya memori sejarah dan kebebasan akademik untuk mencegah distorsi dan glorifikasi pelaku pelanggaran HAM. Pendidikan sejarah harus mencerminkan kebenaran dan tidak memutihkan pelanggaran masa lalu.
  4. Mengajak civitas academica dan masyarakat sipil mempertahankan semangat reformasi dan menolak normalisasi kekuasaan otoriter.

"Bangsa yang melupakan luka sejarahnya akan kehilangan arah moralnya. Menjadikan Soeharto pahlawan berarti menghapus jejak kejahatan negara dan melecehkan ingatan para korban," tegas KIKA.

"KIKA berdiri bersama korban, keluarga korban, dan seluruh masyarakat yang memperjuangkan keadilan serta kebebasan akademik," pungkasnya.

(ryn/end)

Read Entire Article
Lifestyle | Syari | Usaha | Finance Research