Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara dunia ambles 5% lebih sepanjang perdagangan November. Peralihan batu bara ke energi hijau di dua negara konsumen utama, China dan India, jadi pemicu.
Berdasarkan data Refintitiv pada perdagangan Jumat (29/11/2024) harga batu bara acuan Newcastle kontrak Januari tercatat US$137,4 per ton, ambles 5,57% dari bulan lalu (month-to-month).
Dilansir dari Reuters, perusahaan listrik China diperkirakan akan memangkas pangsa batu bara dalam produksi listrik tahunan mereka menjadi di bawah 60% untuk pertama kalinya pada tahun 2024, yang akan menandai tonggak penting dalam upaya negara tersebut untuk mengalihkan produksi energi dari bahan bakar fosil.
Pengurangan ketergantungan pada batu bara oleh ekonomi terbesar kedua di dunia ini menjadi satu-satunya titik terang yang jarang ditemukan tahun ini bagi para pemantau iklim, yang merasa kecewa dengan pertemuan COP29 yang baru-baru ini berlangsung dan bersiap menghadapi penarikan diri Amerika Serikat dari Perjanjian Paris pada tahun depan.
Periode Januari hingga Oktober 2024 saja, porsi batu bara dalam keseluruhan sumber energi Listrik di China mengalami penurunan yakni hanya sebesar 58,7% yang merupakan posisi terendah di abad ini. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode yang sama di 2023 yang sebesar 61,6% dan periode 2022 yang sebesar 61,8%.
Foto: Ember
Ember
Pangsa batu bara yang di bawah 60% dalam produksi listrik akan menempatkan China di bawah India dan Indonesia di antara sistem pembangkit listrik utama yang bergantung pada batu bara, sekaligus menegaskan kemajuan yang telah dicapai Beijing dalam mendiversifikasi sistem tenaga negara tersebut jauh dari bahan bakar fosil.
Sementara itu, impor batubara termal India anjlok pada Oktober. Penurunan ini disebabkan oleh perlambatan pembangkitan listrik dan peningkatan output energi bersih.
Pengiriman ke India, negara pengimpor batubara terbesar kedua di dunia, turun 31,8% menjadi 13,56 juta metrik ton, berdasarkan data Bigmint. Ini merupakan tingkat kontraksi tercepat dalam 15 bulan terakhir, serta penurunan berturut-turut pertama sejak Juli 2023.
Meski diharapkan ada peningkatan pembelian India dalam beberapa pekan mendatang, hal ini tidak cukup untuk mendorong total impor tahunan melebihi level 2023. Pengiriman diperkirakan akan turun pada dua bulan terakhir tahun 2024 karena tingginya stok di pelabuhan.
Penurunan impor India pada Oktober menjadi perbedaan besar pertama antara impor oleh India dan China sejak pertengahan 2023. Sebaliknya, impor batubara termal dan metalurgi China naik 29% pada Oktober, terutama karena meningkatnya impor batubara termal, yang menempatkan pengiriman bahan bakar tersebut menuju rekor baru pada 2024.
Pembeli India yang sensitif terhadap harga cenderung memilih batubara domestik yang lebih murah dalam beberapa bulan terakhir. Namun, analis mencatat bahwa di China, batubara impor memiliki keunggulan harga dibandingkan batubara lokal.
Pelemahan harga batubara dunia membuat harga batu bara acuan Indonesia juga ikut turun. Berdasarkan situs Minerba ESDM, harga batu ara acuan berada di US$114,43 per ton pada November, ambles 12,76% dari bulan sebelumnya.
Penurunan lebih lanjut juga akan berdampak kepada pendapatan negara dari ekspor batu bara. Sebab berpengaruh terhadap harga jual rata-rata. Akibatnya devisa dari ekspor emas hitam juga ikut merosot.
Apalagi batu bara adalah komoditas ekspor nonmigas terbesar Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik ekspor batu bara berperan 12,56% terhadap total ekspor nonmigas.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(ras/ras)